Fiqh Muamalah *Syirkah dan Mudharabah

Artikel terkait : Fiqh Muamalah *Syirkah dan Mudharabah

Dalam dunia usaha, penyertaan modal dari banyak pihak merupakan komponen yang sangat penting demi kelancaran sebuah usaha tersebut. Islam dalam Fiqh Muamalah telah mengatur dan menjelaskan tentang tata cara perserikatan atau jenis kerja sama penyertaan modal dalam bermuamalah yaitu yang biasa kita kenal dengan syirkah dan mudharabah. 
Dalam sebuah perserikatan modal, tidak hanya dana saja yang dikeluarkan, tetapi bagi hasil atas usaha tersebut juga sangat perlu diperhatikan. Berikut akan diuraikan tentang akad perserikatan modal (syirkah dan mudharabah) sesuai dengan konteks Fiqh Muamalah.
image from : www.trendilmu.com
SYIRKAH

Pengertian Syirkah
Secara etimologi syirkah berarti:
اَلْأِخْتِلاَطُ أَىْ خَلْطُ أَحَدِاْلمَالَيْنِ بِالأَخَرِيْثُ لاَيَمْتَزَانِ عَنْ بَعْضِهِمَا.
Artinya: Percampuran, yakni bercampurnya salah satu dari harta dengan harta lainnya, tanpa dapat dibedakan antara keduanya.
Menurut terminologi, ulama fiqh beragam pendapat dalam mendefinisikannya, antara lain:
  1. Ulama Malikiyah
هِيَ اِذَنْ فِ التَّصَرُّفِ لَهُمَامَعًااَنْفُسُهُمَااَيْ أَنْ يَأْذَنَ كُلُّ وَاحِدٍمِنَ الثَّىرِيْكَيْنِ لِصَاحِبِهِ فِى أَنْ يَتَصَّرَفَ فِى مَالٍ لَهُمَامَعَ ﺈِبْقَاءِحَقِّ التَّصَرُّفِ لِكُلٍّ مِنْهُمَا.
Artinya: Perkongsian adalah izin untuk mendayagunakan (tasharruf) harta yang dimiliki dua orang secara bersama-sama oleh keduanya, yakni keduanya saling mengizinkan kepada salah satunya untuk mendayagunakan harta milik keduanya, namun masing-masing memiliki hak untuk bertasharruf.
  1. Menurut Hanabilah
اَلْأِجْتِمَاعُ فِ اِسْتِحْقَاقٍ أَوْتَصَرُّفٍ.
Artinya: Perhimpunan adalah hak (kewenangan) atau pengolahan harta (tasharruf).
  1. Menurut Syafi’iyah
ثُبُوْتُ اْىحَقِّ فِ شَىْءٍلاِثْنَيْنِ فَأَكْثَرَعَلَىى جِهَةِالشُّيُوْعِ.
Artinya: Ketetapan hak pada sesuatu yang dimiliki dua orang atau lebih dengan cara yang masyhur (diketahui).
  1. Menurut Hanafiyah
عِبَارَةٌعَنْ عَقْدٍبَينَ اْلمُتَثَارِكَيْنِ فِى رَأْسِ اْلمَالِ وَالرِّبْحِ.
Artinya: Ungkapan tentang adanya transaksi (akad) antara dua orang yang bersekutu pada pokok harta dan keuntungan.
Dasar Hukum Syirkah
Hadist yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Hakim dari Abu Hurairah bahwa Nabi SAW. bersabda:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَرَفَعَهُ اِلَى النَّبِيِّ ص.م.قَالَ: اِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُوْلُ: أَنَاثَالِثُ الشَّرِيْكَيْنِ مَالَمْ يَخُنْ أَحَدُهُمَاصَاحِبَهُ فَاِذَاخَانَهُ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا.
Artinya: Dari Abu Hurairah yang dirafa’kan kepada Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT berfirman, Aku adalah yang ketiga pada dua orang yang bersekutu selama salah seorang dari keduanya tidak mengkhianati temannya, Aku akan keluar dari persekutuan tersebut apabila salah seorang mengkhianatinya”.

Rukun Dan Syarat Syirkah
Menurut mayoritas ulama, rukun syirkah ada 3:
  1. Aqidain (kedua belah pihak yang berserikat).
  2. Ma’qud alayh (barang yang menjadi obyek berserikat/ modal).
  3. Shighat ijab qabul (ucapan serah terima).
Sementara itu, menurut ulama Hanafiyah rukun syirkah hanya shighat ijab qabul (serah terima).
Syarat-syarat akad musyarakah diperinci sesuai dengan hal-hal yang terkait dengan rukunnya. Secara terperinci, syarat-syarat tersebut adalah:
  1. Syarat aqidain.
  1. Akil dan baligh.
  2. Memiliki kemampuan dan kompetensi dalam memberikan atau menerima kuasa perwakilan.
  1. Syarat yang terkait dengan ma’qud alayh (barang yang menjadi obyek akad/ modal).
  1. Modal berupa modal mitsli (barang yang bisa ditimbang, ditakar dan boleh di akad salam).
  2. Sama dalam jenis dan sifatnya.
  3. Modal terkumpul lebih dahulu sebelum akad.
  1. Syarat yang terkait dengan shighat (ucapan serah terima).
Shighat dalam akad musyarakah disyaratkan berupa lafadz (ucapan) yang lugas dan menunjukkan adanya izin dalam pengelolaan dana.

Macam-Macam Syirkah
  1. Syirkah Al-Amlak
Adalah dua orang atau lebih memiliki harta bersama tanpa melalui akad syirkah. Syirkah dalam kategori ini terbagi menjadi:
  1. Syirkah Ihtiyari (perserikatan dilandasi pilihan orang yang berserikat).
Yaitu perserikatan yang muncul akibat keinginan dua orang atau lebih untuk mengikatkan diri dalam satu kepemilikan. Seperti dua orang bersepakat membeli suatu barang, atau mereka menerima harta hibah, wasiat, dll.
  1. Syirkah Jabr
Yaitu sesuatu yang ditetapkan menjadi milik dua orang atau lebih tanpa kehendak mereka, seperti harta warisan yang mereka terima  dari orang yang wafat. Harta tirkah dari seseorang yang meninggal dunia secara otomatis menjadi milik bersama para ahli warisnya.
Hukum kedua syirkah ini adalah masing-masing sekutu bagaikan pihak asing atas sekutunya yang lain. Sehingga, salah satu pihak tidak berhak melakukan tindakan apapun terhadap harta tersebut tanpa izin dari yang lain, karena masing-masing sekutu tidak memiliki kekuasaan atas bagian saudaranya.
Dalam kedua bentuk syirkah al-amlak, menurut para ahli fiqh, status harta masing-masing orang yang berserikat, sesuai dengan hak masing-masing, bersifat berdiri sendiri secara hukum. Apabila masing-masing ingin bertindak hukum terhadap harta serikat itu, harus ada ijin dari mitranya, karena seseorang tidak memiliki kekuasaan atas bagian harta orang yang menjadi mitra serikatnya. Hukum yang terkait dengan syirkah al-amlak ini di bahas oleh ulama fiqh secara luas dalam bab wasiat, waris, hibah, dan wakaf.
  1. Syirkah Al-Uqud
Adalah syirkah yang akadnya disepakati dua orang atau lebih untuk mengikatkan diri dalam perserikatan modal dan keuntungan. Fuqaha membagi syirkah al-uqud ke dalam beberapa jenis:
  1. Syirkah Al-Inan.
Adalah Syirkah atau kerja sama yang dilakukan antara dua orang atau lebih,di mana masing-masing pihak ikut memberikan dana, terlibat dalam pengelolaan dan berbagi keuntungan dan kerugian. Dalam syirkah al-inan, dana yang diberikan, kerja yang dilakukan dan hasil yang diterima oleh masing-masing pihak tidak sama.
  1. Syirkah Al-Mufawadhah.
Adalah perserikatan yang modal semua pihak dan bentuk kerja sama yang mereka lakukan baik kualitas dan kuantitasnya harus sama dan keuntungan dibagi rata.
  1. Syirkah Al-Abdan (Syirkah Al-A’mal).
Adalah perserikatan dalam bentuk kerja (tanpa modal) untuk menerima pekerjaan secara bersama-sama dan berbagi keuntungan.
  1. Syirkah Al-Wujuh.
Adalah akad yang dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk melakukan pembelian suatu barang secara tidak tunai dan keuntungannya dibagi bersama.

Pendapat Para Ulama tentang Macam-Macam Syirkah
  1. Syirkah Al-Inan.
Ulama fikih sepakat menyatakan bahwa bentuk perserikatan seperti ini adalah boleh.
  1. Syirkah Al-Mufawadhah.
Dalam perserikatan ini, menurut ulama Mazhab Hanafi dan Zaidiah, tidak diboleh­kan modal salah satu pihak lebih besar dari pihak lain, dan keuntungan untuk satu pihak lebih besar dari keuntungan yang diterima mitra serikatnya. Demikian juga dalam masalah kerja. Masing-masing pihak harus sama-sama bekerja, tidak boleh salah satu pihak berbeda dan pihak lainnya tidak bekerja.
  1. Syirkah Al-Abdan (Syirkah Al-A’mal).
Menurut ulama Mazhab Maliki, Hanafi, Hanbali, dan Zaidiah hukumnya boleh, karena tujuan utama perserikatan ini adalah mencari keuntungan dengan modal kerja bersama. Namun, ulama Mazhab Maliki mengajukan satu syarat untuk keabsahan perserikatan ini, yaitu bahwa kerja yang dilakukan oleh orang yang berserikat ini harus sejenis, satu tempat, serta hasil yang diperoleh dibagi menurut kuantitas kerja masing-masing.
  1. Syirkah Al-Wujuh.
Ulama Mazhab Hanafi, Hanbali, dan Zaidiah menyatakan bahwa perserikatan seperti ini hukum­nya boleh, karena dalam perserikatan ini masing­-masing pihak bertindak sebagai wakil dari pihak lain, sehingga pihak lain itu pun terikat pada transaksi yang sudah dilakukan mitra serikatnya. Di samping itu, perserikatan seperti ini banyak dilakukan orang di berbagai wilayah Islam, dan tidak ada ulama fikih yang menentangnya. Akan tetapi, menurut ulama Mazhab Maliki, Syafi'i, az-Zahiri dan Syiah Imamiah, perserikat­an seperti ini tidak sah dan tidak dibolehkan. Alasan mereka adalah objek perserikatan itu adalah modal dan kerja, sedangkan dalam serikat al-wujuh tidak demikiam baik modal maupun kerja dalam perserikatan ini tidak jelas. Modal orang-orang yang mengikatkan diri dalam syirkah al-wujuh tidak ada, bentuk kerjanya pun tidak jelas. Oleh sebab itu, transaksi seperti ini termasuk transaksi terhadap sesuatu yang tidak ada (al-ma'dum) yang dilarang oleh syara’.

Ketentuan Umum Syirkah
Cara membagi keuntungan atau kerugian tergantung besar dan kecilnya modal yang oleh masing-masing pihak tanamkan.
Adapun akad musyarakah dapat berakhir jika:
  1. Salah satu pihak mengundurkan diri, karena menurut ahli fiqh akad perserikatan tidak bersifat mengikat, boleh dibatalkan. Untuk itu, pemutusan sepihak oleh salah satu pihak menjadikan akad berakhir.
  2. Salah satu pihak yang berserikat meninggal dunia.
  3. Salah satu pihak kehilangan kecakapan bertindak hukum, seperti gila yang sulit disembuhkan.
  4. Salah satu pihak murtad dan memerangi Islam.

MUDHARABAH

Pengertian Mudharabah
Mudharabah atau qiradh termasuk salah satu bentuk akad syirkah (perkongsian). Istilah mudharabah digunakan oleh orang Irak, sedangkan orang Hijaz menyebutnya dengan istilah qiradh. Dengan demikian, mudharabah dan qiradh adalah dua istilah untuk  maksud yang sama.
Menurut bahasa, qiradh (اَلْقِرَاضُ) diambil dari kata اَلْقَرْضُ yang berarti اَلْقَطْعُ (potongan), sebab pemilik memberikan potongan dari hartanya untuk diberikan kepada pengusaha agar mengusahakan harta tersebut, dan pengusaha akan memberikan potongan dari laba yang diperoleh. Bisa juga diambil dari kata muqaradhah (اَلْمُقَارَضَةُ) yang berarti اَلْمُسَاوَاةُ (kesamaan), sebab pemilik modal dan pengusaha memiliki hak yang sama terhadap laba.
Orang Irak menyebutnya dengan istilah mudharabah (اَلْمُضَارَبَةُ) , sebabكُلٌ مِنَ الْعَاقِدَيْنِ يَضْرِبُ بِسَهْمِ الرِّبْحِ (setiap yang melakukan akad memiliki bagian dari laba), atau pengusaha harus mengadakan perjalanan dalam mengusahakan harta modal tersebut. Perjalanan tersebut dinamakan ضَرْبًافِ السَّفَرِ .
Mengenai pengertian mudharabah menurut istilah adalah:
اَنْ يَدْ فَعَ اْلمَاِلكُ اِلَى الْعَامِلِ مَالاًلِيَتَّجِرَفِيْهِ وَيَكُوْنُ الرِّبْحُ مُثْتَرِكًابَيْنَهُمَابِحَسْبِ مَاشُرِطَا.
Artinya: Pemilik harta (modal) menyerahkan modal kepada pengusaha untuk berdagang dengan modal tersebut, dan laba dibagi antara keduanya berdasarkan persyaratan yang disepakati.

Dasar Hukum Mudharabah
Hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Shuhaib bahwa Nabi SAW. bersabda:
ثَلاَثٌ فِيْهِنَّ اْلبَرَكَةُ: الْبَيْعُ اِلَى اَجَلٍ وَاْلمُقَارَضَةُوَخَلْطُ الْبُرِّبِالشَّعِرِلِلْبَيْتِ لاَلِلْبَيْعِ.
Artinya: Tiga perkara yang mengandung berkah adalah jual beli yang ditangguhkan, melakukan qiradh (memberi modal kepada orang lain), dan yang mencampurkan gandum dengan jelas untuk keluarga, bukan untuk di perjual belikan.

Rukun dan Syarat Mudharabah
Menurut ulama Hanafiyah, bahwa rukun mudharabah adalah ijab dan qabul.
Adapun Menurut ulama Malikiyah, bahwa rukun mudharabah terdiri dari:
  1. Rais al-mal (modal).
  2. Al-’amal (bentuk usaha).
  3. Keuntungan.
  4. ‘Aqidain (pihak yang berakad).
  5. Shighat (ijab qabul).
Sedangkan menurut ulama Syafi’iyah membagi rukun mudharabah terdiri dari:
  1. Pemilik modal yang menyerahkan modal.
  2. Pekerja, yaitu pihak yang mengelola usaha.
  3. Akad mudharabah, yang terdiri dari ijab dan qabul antara pemilik modal dan pengelola usaha.
Adapun syarat mudharabah yakni:
  1. Syarat yang berhubungan dengan ‘aqidain (pihak yang berakad).
Syarat yang ditetapkan bagi pemilik dan pengelola usaha, mereka harus orang yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum, dan tidak ada unsur yang mengganggu kecakapan, seperti gila, sakit, dll.
  1. Menurut jumhur ulama, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi berkaitan dengan modal:
  1. Modal dalam mudharabah harus berupa uang bukan berupa barang, seperti emas dan perak. Sebab kalau modal berupa barang akan terjadi ketidakpastian dalam menetapkan keuntungan, karena boleh jadi harga barang tidak tetap dan mengalami perubahan.
  2. Jumlah modal harus diketahui.
  3. Modal harus tunai dan bukan berupa hutang.
  1. Modal harus diberikan kepada pengelola, sehingga dia dapat menggunakan dana tersebut sebagai modal usaha.
Macam-Macam Mudharabah
Dalam kaitannya dengan pekerjaan atau usaha yang dilakukan oleh pengelola modal, maka akad mudharabah dapat dibedakan menjadi:
  1. Mudharabah Muthlaq.
Yaitu pemberi modal menyerahkan modalnya kepada pengelola usaha untuk dipakai dalam usaha apapun, tidak dibatasi jenis dan tempatnya.
  1. Mudharabah Muqayyad.
Yaitu pemilik modal memberikan modalnya kepada pengelola untuk dipakai dalam usaha yang telah  ditentukan.

Ketentuan Umum Mudharabah
  1. Biaya pengelolaan mudharabah.
Dalam mudharabah yang bersifat mutlak, ada kemungkinan pekerja (pengelola modal) berusaha di daerahnya sendiri dan mungkin pula jauh dari tempat tinggalnya. Biaya operasional selama pengelola modal menjalankan usahanya baik di daerahnya sendiri atau di tempat yang jauh, ditanggung oleh dirinya sendiri. Namun demikian barangkali yang dapat menimbulkan permasalahan baginya, boleh jadi, biaya operasional untuk perjalanan jauh dalam rangka menjalankan usahanya tersebut, sama atau bahkan lebih besar dari keuntungan yang diperoleh oleh pemberi modal. Tetapi, jika pemilik modal telah memberikan izin untuk mengambil biaya operasional dari modal yang ada atau memang kebiasaan yang berlaku demikian, maka pengelola boleh mengambilnya dari modal mudharabah.
Imam Malik berpendapat, bahwa biaya-biaya baru boleh dibebankan kepada modal mudharabah, apabila modalnya cukup besar, sehingga masih memungkinkan mendapatkan keuntungan yang akan dibagi oleh kedua belah pihak (pemodal dan pengelola).
  1. Cara membagi keuntungan
Cara membagi keuntungan atau bagi hasil dalam sistem mudharabah tergantung dengan kesepakatan masing-masing pihak sedangkan jika terjadi kerugian maka yang menanggung adalah pemilik modal (namun jika kerugian disebabkan kelalaian pengelola, maka kerugian ditanggung oleh pengelola). Adapun mengenai pembagian keuntungan harus diketahui dan ditetapkan pada waktu akad berlangsung, termasuk besarnya bagian  yang diterima oleh masing-masing pihak, misalnya sepertiga, setengah, dll.
  1. Berakhirnya Mudharabah.
Menurut Wahbah Az-Zuhaili, akad mudharabah menjadi batal apabila:
  1. Salah satu syarat rukun mudharabah tidak terpenuhi.
  2. Pekerja melampaui batas atau ceroboh dalam memelihara atau menjaga harta dan menghilangkan tujuan akad. Dalam keadaan seperti ini, pengelola modal harus mengganti kerugian yang disebabkan oleh kecerobohannya itu.
  3. Pekerja atau pemilik modal meninggal dunia. Apabila pemilik modal meninggal dunia, pengelola tidak berhak menggunakan modal itu lagi, kecuali dengan izin ahli waris pemilik modal. Tetapi menurut Ulama Malikiyah, bahwa akad mudharabah tidak menjadi batal dengan meninggalnya salah satu pihak.
Perbedaan antara Syirkah dan Mudharabah
Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas dapat disimpulkan:
  1. Di dalam syirkah semua memiliki  kontribusi yang sama di dalam usaha, sedangkan di dalam mudharabah terdapat pemilik modal dan pengelola modal.
  2. Modal di dalam syirkah berwujud barang, sedangkan di dalam mudharabah diharuskan berupa uang.
  3. Kerugian di dalam syirkah ditanggung bersama, sedangkan di dalam mudharabah kerugian ditanggung pemilik modal.
Referensi:
Syafei, Rachmat. Fiqh Muamalah. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2001
Afandi, Yazid. Fiqh Muamalah Dan Implementasinya Dalam Lembaga Keuangan Syari’ah. Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009.
Dahlan, Abdul Aziz. Ensiklopedi Hukum Islam. Cet. 1. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996.
Huda, Qomarul. Fiqh Muamalah. Yogyakarta: Teras, 2011.
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010.




Artikel arinprasticha Lainnya :

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © 2015 arinprasticha | Design by Bamz