Pendapat Madzhab Syafi’iyyah dan Hanafiyyah tentang Zakat Tanaman
Zakat Tanaman -Harta yang telah dilimpahkan oleh Allah SWT kepada kita merupakan sebuah titipan yang mana ada hak orang lain yang harus kita keluarkan berupa zakat. Begitu juga dengan tanaman yang kita miliki, atau dari hasil pertanian atau perkebunan yang kita olah sebagai usaha kita. Kemudian apa saja tanaman yang wajib dizakati ketika telah mencapai nisab menurut Madzhab Syafi'iyyah dan Madzhab Hanafiyyah???
image from : slideplayer.info
BAB
I
Pendahuluan
1.
Latar
Belakang
Zakat merupakan salah satu contoh konkrit dari keuniversalan hukum
Islam. Ulama Islam sepakat bahwa zakat adalah sangat penting dalam syari’at
Islam karena merupakan salah satu dari rukun Islam yang enam, karena di dalam
zakat terdapat unsur-unsur ibadah, ekomomi, dan sosial.
Dari segi ekonomi, zakat dapat mendorong seseorang untuk giat
memaksimalkan faktor-faktor ekonominya, sehingga modal yang dimiliki berkembang
hingga mencapai nisab dan menunaikan zakatnya kepada yang berhak mendapatkan.
Salah satu sektor perekonomian yang wajib dikeluarkan adalah hasil bumi yaitu
tanaman.
Dalam pelaksanaannya, zakat hasil dari tanaman terdapat perbedaan
pendapat di kalangan ulama madzhab.
Menurut pendapat Madzhab Syafi’i, apapun yang ditanam oleh manusia
dan dijadikan sebagai makanan pokok, maka wajib dikeluarkan zakatnya seperti
alas, jawamut, kacang-kacangan, dan lain-lain.
Madzhab Hanafi menyatakan yang wajib dizakati adalah hasil bumi
apapun jenisnya yang penanamannya bertujuan untuk mengembangkan barang tersebut
supaya mendapat keuntungan dari hasil tanamannya dan madzhab ini tidak
membatasi terhadap jenis tanamannya.
2.
Rumusan
Masalah
a. Bagaimana
perbandingan pendapat madzhab Syafi’iyyah dengan madzhab Hanafiyyah
terhadap objek, nisab, dan prosentase zakat tanaman?
b. Bagaimana
perbandingan metode istinbat hukum madzhab Syafi’iyyah dan
madzhab Hanafiyyah pada zakat tanaman?
BAB
II
Konsep
yang Digunakan
Dalam
pengambilan hukum berdasarkan pendapat madzhab, ada beberapa konsep yang
digunakan, yaitu sebagai berikut:
1.
Ijma’
Secara bahasa, ijma’ berarti ketetapan hati untuk melakukan
sesuatu atau keputusan berbuat sesuatu. Sedangkan secara istilah adalah
kesepakatan seluruh mujtahid kaum muslimin disesuaikan dengan masa
setelah wafatnya Rasulullah saw. tentang hukum syara’ yang amali.
2.
Qiyas
Qiyas adalah
menerangkan hukum sesuatu yang tidak ada nashnya dalam al-Qur’an dan
al-Hadis dengan cara membandingkannya dengan sesuatu yang ditetapkan dasar
hukumnya dengan nash.
3.
Istihsan
Dari segi bahasa artinya mencari kebaikan. Secara istilah Imam
al-Baydawi mendefinisikan istihsan dengan berpaling dari kehendak qiyas
kepada qiyas yang lebih kuat atau pengkhususan qiyas berdasarkan
dalil yang lebih kuat.
4.
Istislah
Merupakan metode penetapan hukum syara’ yang tidak ada nashnya.
Dengan syari’at berjalan mengikuti dinamika manusia dan mewujudkan kemaslahatan
mereka.
5.
Istishab
Secara bahasa berasal dari kata suhbah artinya menemani atau
menyertai. Sedangkan secara istilah Imam al-Asnawiy mengatakan istishab
adalah melanjutkan berlakunya hukum yang sudah ada dan sudah ditetapkan
ketetapan hukumnya.
6.
‘Urf
Secara bahasa adalah kebiasaan baik, sedang secara istilah adalah
suatu perbuatan atau perkataan di mana jiwa merasakan ketenangan dalam
mengerjakannya.
7.
Shar’u
Man Qablana
Shar’u man qablana berarti
syari’at sebelum Islam.
8.
Sadd
al-Zari’ah
Secara bahasa berarti wasilah atau sarana. Sedangkan menurut
istilah ulama ‘ushul adalah suatu yang menjadi jalan bagi yang diharamkan atau
yang dihalalkan, maka ditetapkan hukum sarana itu menurut yang ditujunya.
BAB
III
Pembahasan
Tanaman yang
menghasilkan (panen) adalah salah satu objek zakat yang wajib dikeluarkan
sebagiannya. Landasan kewajiban mengeluarkan zakat tanaman adalah diambil dari
al-Qur’an, al-Hadis, ijma’ ulama dan akal sehat.
Zakat yang
harus dikeluarkan ketika tanaman setelah dipanen sebesar 5% atau 10%, kemudian
diberikan kepada yang berhak mendapatkannya.
Mengenai dalil
dari ijma’ adalah bahwa umat telah sepakat atas kefardhuan sepersepuluh.
Adapun dalil aqlinya adalah untuk mensyukuri nikmat Allah yang diberikan
kepada manusia dengan memberikan sebagian harta kepada yang lebih membutuhkan
(golongan 8 ashnaf).
1.
Pendapat
madzhab Syafi’iyyah dengan madzhab Hanafiyyah terhadap objek,
nisab, dan prosentase zakat tanaman.
a.
Madzhab
Syafi’iyyah
Objek
zakat tanaman menurut madzhab Syafi’iyyah yaitu apapun yang ditanam oleh
manusia dan dijadikan makanan pokok, maka wajib dikeluarkan zakatnya. Yang
dimaksud makanan pokok oleh madzhab Syafi’iyyah adalah suatu yang
dijadikan makanan pokok pada kondisi normal bukan pada kondisi luar biasa,
seperti: alas (jenis gandum), jawamut, kacang-kacangan, dan lain-lain.
Sementara kelompok buah-buahan yang diwajibkan adalah kurma dan anggur.
Nisab
dan prosentase zakat tanaman menurut madzhab Syafi’iyyah yaitu semua
hasil tanaman yang termasuk dalam makanan pokok, jika mencapai 5 wasaq (750
kg), maka wajib dikeluarkan zakatnya. Nisab 5 wasaq ditetapkan pada tanaman
yang bersih dan siap dimasak, tetapi jika masih berkulit seperti gabah nisabnya
sebesar 10 wasaq. Sedangkan prosentase zakatnya, apabila tanaman atau
buah-buahan diairi dengan air hujan, maka zakatnya adalah 10% dari hasilnya
setelah mencapai nisab. Tetapi jika pengairan menggunakan biaya dan tenaga, maka
zakat yang wajib dikeluarkan adalah sebesar 5%.
b.
Madzhab
Hanafiyyah
Objek
zakat tanaman menurut madzhab Hanafiyyah yaitu hasil bumi apapun
jenisnya wajib dizakati apabila penanamannya bertujuan untuk mengembangkan
tanaman tersebut supaya mendapat keuntungan. Madzhab Hanafiyyah tidak
membatasi terhadap jenis tanamannya kecuali kayu, rotan, tumbuhan bambu, dan
setiap tanaman yang tumbuhnya tidak diketahui.
Sedangkan
nisab dan prosentase zakat tanaman menurut madzhab Hanafiyyah yaitu
tanaman atau buah-buahan baik mencapai 5 wasaq atau tidak, tetap harus
dikeluarkan zakatnya sebesar 5% atau 10% dengan tidak mensyaratkan pada makanan
pokok saja, melainkan untuk semua tanaman tanpa terkecuali.
2.
Metode
istinbat hukum madzhab Syafi’iyyah dan madzhab Hanafiyyah
pada zakat tanaman.
a.
Madzhab
Syafi’iyyah
Menurut
madzhab Syafi’iyyah, zakat tanaman didasarkan pada zat-nya atau karena illat
yang terkandung dalam tanaman itu sendiri. Tanaman yang wajib di zakati adalah tanaman
yang di-qiyaskan kepada 4 tanaman yang disebutkan di dalam nash
yaitu sya’ir, gandum, kurma, dan kismis. Dasar peng-qiyasa-annya adalah
dengan mengambil ‘illat bahwa 4 tanaman yang disebutkan dalam nash
merupakan tanaman makanan pokok, sehingga mengambil istinbat hukum bahwa
semua tanaman makanan pokoklah yang harus dikeluarkan zakatnya dan bukan
tanaman lain.
b.
Madzhab
Hanafiyyah
Menurut
madzhab Hanafiyyah, meluaskan untuk semua jenis tanaman tanpa terkecuali
untuk dizakati. Pendapat ini mendasarkan zakat tanaman pada ‘illat yang
terkandung dalam tanaman bahwa semua tanaman mempunyai nilai ekonomis dan
mempunyai tingkat kegunaan masing-masing. Sehingga menghasilkan istinbat hukum
dengan semua tanaman yang memiliki nilai ekonomis sebanding dengan apa yang
terkandung dalam tanaman yang disebutkan dalam nash, maka wajiblah
zakatnya seperti zakatnya 4 tanaman tadi. Peng-istinbat-an hukum zakat
tanaman dengan mengambil ‘illat tanaman terletak pada nilai ekonomisnya,
sehingga akan memudahkan perhitungan nisab zakatnya.
0 komentar:
Post a Comment