Metode Penentuan Awal Bulan Menurut Muhammadiyah Part 1
Penanda Awal Bulan - Dalam menentukan awal bulan hijriyah, ormas Muhammadiyah yang merupakan salah satu ormas terbesar di Indonesia, mempunyai pedoman tersendiri dalam penentuannya atau yang biasa kita kenal dengan metode Hisab. Bagaimanakah metode hisab Muhammadiyah itu diterapkan dalam prosesnya??? Berikut akan dipelajari terlebih dahulu tentang Potret Muhammadiyah dan Penanda Awal Bulan menurut Muhammadiyyah.
Image From : www.saibah.net
Potret Muhammadiyah dan Majlis Tarjih Muhammadiyah
Persyarikatan Muhammadiyah adalah sebuah organisasi kemasyarakatan
Islam tertua di Indonesia. Menurut Deliar Noer, Muhammadiyah merupakan salah
satu organisasi sosial Islam yang terpenting di Indonesia sebelum Perang Dunia
II dan mungkin juga saat ini. Organisasi ini didirikan di Yogyakarta pada
tanggal 18 Nopember 1912 oleh K.H Ahmad Dahlan atas saran yang diajukan oleh
murid-muridnya dan beberapa orang anggota Budi Utomo untuk mendirikan suatu
lembaga pendidikan yang bersifat permanen.
Namun dalam perjalanan sejarahnya sebagai organisasi kemasyarakatan
Muhammadiyah tidak hanya menangani masalah pendidikan, tetapi juga berbagai
usaha pelayanan masyarakat, seperti kesehatan, pemberian hukum (fatwa), panti
asuhan, penyuluhan, dan lain-lain. Ini terbukti dengan keberadaan Muhammadiyah
yang mempunyai banyak majlis dan lembaga serta organisasi otoonomi yang
menangani masalah-masalah sosial dan kemasyarakatan.
Salah satu bagian penting dari Muhammadiyah adalah Majlis Tarjih.
Majlis ini didirikan atas dasar keputusan kongres Muhammadiyah di Pekalongan
pada tahun 1927 atas gagasan besar K.H. Mas Mansur.Tokoh ini mengusulkan agar
dalam persyarikatan Muhammadiyah ada tiga majlis yaitu Majlis Tarjih, Majlis
Tahfidz, dan Majlis Taftisy. Usulan ini diterima secara aklamasi oleh kongres.
Untuk tujuan itu, ditentukanlah sebuah tim perumus yang beranggotakan k.H. Mas
Mansur dari Surabaya, AR. Sutan Mansur dari Maninjau, H. Muhtardari Yogyakarta,
H.A Mukti dari Kudus, Karto Sudarno dari Jakarta, Muh. Kurni dan Muh. Yunus
Anis dari Yogyakarta.
Jadi, fungsi majlis ini adalah untuk memastikan ketentuan hukum
Islam mengenai masalah-masalah yang dipertikaikan dalam masyarakat baik yang
menyangkut hukum fiqh secara tradisional maupun hukum Islam dalam pandangan
luas. Di samping itu, Majlis Tarjih juga menyusun buku panduan menyangkut
bidang-bidang tertentu oleh pemimpin Muktamar Muhammadiyah, atau salah satu
majlis yang ada. Buku-buku ini di samping menjelaskan masalah-masalah yang
disusun, juga memutuskan masalah-masalah tersebut berdasarkan hukum Islam. Dan
juga membentuk tim pengasuh rubrik tanya jawab agama yang beranggotakan
beberapa orang yang dipandang ahli dalam bidangnya, yakni Majlis Tarjih dengan
majalah ‘Suara Muhammadiyah’ untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
masyarakat kepada majalah ini. Keputusan tarjih Muhammadiyah itu berasal dari
berbagai sumber, yakni keputusan Muktamar Tarjih, keputusan Majlis Tarjih,
dalam sidang-sidang khususnya dan keputusan tim Majlis Tarjih untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan masyarakat.
Penanda Awal Bulan Qamariyah
Terdapat banyak pandangan mengenai penentuan penanda awal bulan
Qamariyah, lima di antaranya diuraikan dalam buku Pedoman Hisab Muhammadiyah.
1.
Ijtima’
Sebelum Fajar
Awal bulan Qamariyah ditandai dengan terjadinya ijtima’ (konjungsi)
bulan dan matahari sebelum terbit fajar. Kombinasi fenomena ijtima’
bulan-matahari dan terbit fajar merupakan penanda awal bulan baru Qamariyah
bagi pandangan ini. Ijtima’ bulan-matahari yang terjadi sebelum terbit fajar
menunjukkan bahwa sejak saat terbit fajar tersebut bulan baru ( tanggal 1 bulan
baru) Qamariyah dimulai. Dengan perkataan lain, awal bulan baru Qamariyah
dimulai sejak terbit fajar yang terjadi menyusul setelah terjadinya ijtima’
bulan-matahari. Sebaliknya, terbit fajar yang terjadi menjelang terjadinya
ijtima’ bulan-matahari merupakan hari terakhir dari bulan Qamariyah yang sedang
berlangsung.
2.
Ijtima’
Sebelum Ghurub
Awal bulan Qamariyah ditandai dengan terjadinya ijtima’ (konjungsi)
bulan dan matahari sebelum terbenam matahari. Kombinasi fenomena ijtima’
bulan-matahari dan terbenam matahari merupakan penanda awal bulan baru
Qamariyah bagi pandangan ini. Ijtima’ bulan-matahari yang terjadi sebelum
terbenam matahari menunjukkan bahwa sejak saat terbenam matahari tersebut bulan
baru (tanggal 1 bulan baru) Qamariyah dimulai. Dengan perkataan lain, awal
bulan baru Qamariyah dimulai sejak terbenam matahari yang terjadi menyusul
setelah terjadinya ijtima’ bulan-matahari. Sebaliknya, terbenam matahari yang
terjadi menjelang terjadinya ijtima’ bulan-matahari merupakan hari terakhir
bulan Qamariyah yang sedang berlangsung.
3.
Bulan
Terbenam Setelah Matahari Terbenam
Awal bulan Qamariyah ditandai dengan pertama kalinya matahari
terbenam sebelum terbenam bulan, atau pertama kalinya terbenam bulan sesudah
terbenam matahari. Kombinasi fenomena terbenam matahari dan terbenam bulan
merupakan penanda awal bulan baru Qamariyyah bagi pandangan ini. Terbenam
matahari yang pertama kali terjadi sebelum terbenam bulan menunjukkan bahwa sejak
saat terbenam matahari tersebut bulan baru (tanggal 1 bulan baru) Qamariyah
dimulai. Dengan perkataan lain, awal bulan baru Qamariyah dimulai sejak
terbenam matahari yang terjadi sebelum terbenam bulan. Sebaliknya, terbenam
matahari yang terjadi menjelang terjadinya sesudah terbenam bulan menunjukkan
awal bulan baru Qamariyah belum dimulai.
4.
Imkanur-Rukyat
Awal bulan Qamariyah dimulai sejak terbenam matahari manakala
ketinggian bulan saat itu mencapai tingkat sedemikian rupa sehingga dalam
kesadaran normal tanpa ada gangguan bulan mungkin atau bahkan dipastikan dapat
dilihat. Ukuran ketinggian bulan yang mungkin dapat dilihat tersebut oleh
pemerintah Indonesia, khususnya oleh Kementrian Agama RI ditetapkan 2 derajad di atas ufuk (horizon). Ketinggian bulan
minimum 2 derajad dan terbenam matahari ini merupakan kombinasi fenomena alam
yang menandai dimulainya awal bulan baru Qamariyah. Jika pada suatu ketika saat
terbenam matahari ketinggian bulan minimum 2 derajad di atas ufuk, maka saat
itu dimulailah tanggal 1 bulan baru Qamariyah, sebaliknya apabila ketinggian
bulan tidak mencapai batas minimum tersebut maka awal bulan baru Qamariyah
belum dimulai.
5.
Wujudul-Hilal
Dalam penentuan awal bulan Qamariyah, hisab sama kedudukannya
dengan rukyat. Hal in disebut dalam Putusan Tarjih XXVI, 2003. Oleh karena itu
penggunaan hisab dalam penentuan awal bulan Qamariyah adalah sah dan sesuai
dengan Sunnah Nabi SAW.
Hisab (wujud al-hilal) yang dimaksud digunakan untuk
penentuan awal bulan baru di lingkungan Muhammadiyah adalah hisab hakiki wujud
al-hilal. Dalam hisab hakiki wujud al-hilal bulan baru Qamariyah
dimulai apabila telah terpenuhi tiga kriteria, yaitu:
a.
Telah
terjadi ijtima’
b.
Ijtima’
itu terjadi
sebelum terbenam matahari
c.
Pada
saat terbenamnya matahari piringan atas bulan berada di atas ufuk.
Ketiga kriteria itu penggunaannya
adalah secara kumulatif, dalam arti ketiganya harus terpenuhi sekaligus.
Apabila belum terpenuhi maka bulan baru belum dimulai.
Jadi untuk dapat ditetapkan tanggal 1 bulan baru Qamariyah pada
saat matahari terbenam tersebut harus terpenuhi tiga syarat secara kumulatif,
yaitu sudah terjadi ijtima’ bulan-matahari, ijtima’ bulan-matahari
terjadi sebelum terbenam matahari, dan pada saat terbenam matahari bulan belum
terbenam. Jika salah satu saja dari tiga syarat tersebut tidak terpenuhi, maka
awal bulan baru Qamariyah tidak dapat ditetapkan.
Penanda awal bulan Qamariyah sebagaimana diuraikan di atas, masih
terbatas pada perspektif hisab hakiki, yaitu perhitungan terhadap fenomena
benda langit secara faktual (menurut yang sesunggunya). Di samping itu, masih
ada penanda lain yang dipahami dalam hisab urfi atau dalam konteks
rukyat. Penanda awal bulan Qamariyah dalam metode rukyat adalah terlihat hilal.
Seperti terlihat dalam uraian di atas, acuan dalam pentapan awal bulan
Qamariyah adalah fenomena bulan. Meskipun persisnya fenomena bulan yang
dijadikan penanda awal bulan tersebut bervariasi dan kombinasinya dengan
fenomena atau variabel lain berbeda, namun tidak dapat dipungkiri bahwa acuan
pokok dalam penentuan awal bulan Qamariyah adalah bulan.
Bahkan bukan saja menjadi acuan dalam penentuan awal bulan
Qamariyah, tetapi juga otomatis juga menjadi acuan kalender Qamariyah. Itulah
sebabnya bulan atau kalender dimaksud diberi label ‘Qamariyah’ (berasal dari
kata Arab ‘qamariyyah’ dari kata benda ‘qamar’ artinya bulan). Hal ini berbeda
dengan bulan atau kalende masehi yang acuannya fenomena matahari, dan oleh
karenanya dikenal dengan bulan atau kalender ‘Syamsiyah’ (berasal dari kata
Arab ‘syamsiyyah dari kata benda ‘syams’ artinya matahari).
Bulan sebagai acuan dalam penentuan siklus waktu bulanan maupun
tahunan diisyaratkan dengan jelas baik dalam al-Qur’an maupun hadis Nabi SAW.
Firman Allah SWT dalam surat Yunus (10) ayat 5 :
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan
ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu
supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak
menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda
(kebesaran-Nya kepada orang-orang yang mengetahui.”
Ayat ini mengisyaratkan bahwa bulan dengan manzilah-manzilahnya itu
harus menjadi acuan dalam perhitungan tahun (kalender) dan sekaligus menjadi
basis perhitungan waktu sejauh menyangkut siklus waktu bulanan dan tahunan.
Tantawi Jauhari (lahir 1870 M) memberikan pernyataan berkaitan dengan ayat ini
dengan mengatakan bahwa seandainya tidak ada bulan (qamar) maka tidak ada bulan
(siklus bulanan) dan minggu (siklus minggu).
Adapun hadis Nabi SAW yang memberi isyarat demikian cukup banyak,
salah satunya adalah hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari (w.256 H)
berikut:
“Bahwasanya Rasulullah SAW menceritakan tentang Ramadhan, lalu
beliau bersabda: Janganlah kamu berpuasa sebelum melihat hilal dan janganlah
kamu berbuka (idul fitri) sebelum melihat hilal; jika bulan terhalang oleh awan
terhadapmu, maka perkirakanlah.”
Hadis ini dengan tegas menjadikan terlihatnya hilal yang tidak lain
adalah tampakan bulan yang terlihat dari bumi sebagai acuan dalam menentukan
awal bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal (awal bulan Qamariyah).
Dengan demikian tidak ada alasan untuk tidak menjadikan bulan
sebagai acuan dalam penentuan awal bulan Qamariyyah yang sekaligus jua untuk
penyusunan kalendernya.
Di antara lima pendapat di atas, manakah yang dianut oleh hisab
Muhammadiyah?
Hisab Muhammadiyah menganut pendapat yang kelima, yaitu wujud
al-hilal dengan tiga kriteria atau parameternya secara kumulatif, telah
terjadi ijtima’ bulan-matahari, ijtima’ terjadi sebelum terbenam
matahari, dan bulan di atas ufuk (belum terbenam) pada saat matahari terbenam.
Dimaksud dengan menentukan tanggal 1 bulan baru Qamariyah berdasarkan wujud
al-hilal menurut penuturan K.H. Muhammad Wardan Diponingrat adalah
menentukan tanggal 1 bulan baru berdasarkan hisab dengan tiada batasan
tertentu, pokok (yang penting) asal hilal sudah wujud. Sedang yang dimaksud
dengan hilal sudah wujud adalah matahari terbenam lebih dahulu daripada
terbenamnya bulan (hilal) walaupun hanya sejarak 1 menit atau kurang.
Demikian sedikit ulasan tentang penanda awal bulan menurut Muhammadiyah. Pembahasan lebih lanjut tentang metode hisabMuhammadiyah akan di share pada pembahasan selanjutnya..
Kritik dan sarannya yaa...semoga bermanfaat.. :)
0 komentar:
Post a Comment