Metode Penentuan Awal Bulan Menurut Muhammadiyah Part 2

Artikel terkait : Metode Penentuan Awal Bulan Menurut Muhammadiyah Part 2

Hisab Muhammadiyah -Mengapa Muhammadiyah memilih Metode Hisab dalam penentuan awal bulan Hijriyah??? Seperti yang telah diuraikan pada artikel sebelumnya tentang Penanda Awal Bulan Menurut Muhammadiyah, di bawah ini akan diuraikan sedikit tentang alasan Metode Hisab dipilih sebagai metode yang paling tepat dalam penentuan awal bulan Hijriyah.

image from : www.dakwatuna.com

Alasan Muhammadiyah Memilih Hisab

Hisab yang dipakai Muhammadiyah adalah hisab wujud al-hilal yaitu metode menetapkan awal bulan baru yang menegaskan bahwa awal bulan Qamariyah baru dimulai apabila telah terpenuhi tiga parameter: telah terjadi konjungsi atau ijtima’ dan ijtima’ tersebut terjadi sebelum matahari terbenam, dan pada saat matahari terbenam bulan berada di atas ufuk. Sedangkan argumen mengapa Muhammadiyah memilih metode hisab, bukan rukyat, adalah sebagai berikut:

Pertama, semangat al-Qur’an dalam menggunakan hisab. Hal ini ada pada ayat “Matahari dan bulan beredar menurut perhitungannya” (Q.S. 55:5). Ayat ini bukan sekedar menginformasikan bahwa matahari dan bulan beredar dengan hukum yang pasti sehingga dapat dihitung atau diprediksi, tetapi juga dorongan untuk menghitungnya karena banyak kegunaannya.
Dalam Q. S. Yunus (10) ayat 5 disebutkan bahwa kegunaannya untuk mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu.
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya kepada orang-orang yang mengetahui.”

Kedua, jika spirit al-Qur’an adalah hisab, mengapa Rasulullah SAW menggunakan rukyat? Menurut Rasyid Ridha dan Mustafa az-Zarqa, perintah melakukan rukyat adalah perintah yang beralasan (ber-illat). Illat perintah rukyat adalah karena umat pada zaman Nabi SAW adalah umat yang ummi, tidak kenal baca tulis dan tidak memungkinkan melakukan hisab. Ini ditegaskan oleh Rasulullah SAW dalam hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim, “Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi, kami tidak bisa menulis dan tidak bisa melakukan hisab. Bulan itu adalah demikian dan demikian. Yakni kadang-kadang dua puluh sembilan hari dan kadang-kadang tiga puluh hari.” Dalam kaidah fiqhiyah, hukum berlaku menurut ada atau tidaknya illat. Jika ada illat, yaitu kondisi ummi sehingga tidak ada yang dapat melakukan hisab, maka berlaku perintah rukyat. Sehingga jika illat tidak ada (sebuah ahli hisab), maka perintah rukyat tidak berlaku lagi. Yusuf al-Qardawi menyebut bahwa rukyat bukan tujuan pada dirinya, melinkan hanyalah sarana. Muhammad Syakir, ahli hadis dari mesir yang oleh al-Qardhawi disebut seorang salafi murni, menegaskan bahwa menggunakan hisab untuk menentukan bulan Qamariyah adalah wajib dalam semua keadaan, kecuali di tempat di mana tidak ada orang yang mengetahui hisab.

Ketiga, dengan rukyat, umat Islam tidak bisa membuuat kalender. Rukyat tidak bisa meramal tanggal jauh ke depan karena tanggal baru bisa diketahui pada H-1. Dr. Nidhal Guessoum menyebut suatu ironi besar bahwa umat Islam hingga kini tidak mempunyai sistem penanggalan terpadu yang jelas. Padahal 6000 tahun lampau di kalangan bangsa Sumeria telah terdapat suatu sistem kalender terstruktur dengan baik.

Keempat, rukyat tidak dapat menyatukan awal bulan secara global. Sebaliknya, rukyat memaksa umat Islam berbeda memulai awal bulan Qamariyah, termasuk bulan-bulan ibadah. Hal ini karena rukyat pada visibilitas pertama tidak mengcover seluruh muka bumi. Pada hari yang sama ada muka bumi yang dapat merukyat tetapi ada muka bumi yang tidak dapat merukyat. Kawasan bumi di atas lintang utara 60 derajad dan di bawah lintang selatan 60 derajad adalah kawasan tidak normal, di mana tidak dapat melihat hilal untuk beberapa waktu lamanya atau terlambat untuk melihatnya, yaitu ketika bulan telah besar. Apalagi kawasan lingkaran artik dan lingkaran antartika yang siang pada musim panas melebihi 24 jam dan malam pada musim dingin melebihi 24 jam.

Kelima, jangkauan rukyat terbatas, di mana hanya bisa diberlakukan ke arah timur sejauh 10 jam. Orang di sebelah timur tidak mungkin menunggu rukyat di kawasan sebelah barat yang jaraknya lebih dari 10 jam. Akibatnya, rukyat fisik tidak bisa menyatukan awal bulan Qamariyah di seluruh dunia karena keterbatasan jangkauannya. Memang, ulama zaman tengah menyatakan bahwa apabila terjadi rukyat di suatu tempat maka rukyat itu berlaku untuk seluruh muka bumi. Namun jelas pandangan ini bertentangan dengan fakta astronomi, di zaman sekarang saat ilmu astronomi telah mengalami kemajuan pesat jelas pendapat semacam ini tidak dapat dipertahankan.

Keenam, rukyat menimbulkan masalah pelaksanaan puasa Arafah. Bisa jadi di Makkah belum terjadi rukyat sementara d kawasan sebelah barat sudah, atau di Makkah sudah rukyat tetapi kawasan di sebelah timur belum. Sehingga bisa terjadi kawasan lain berbeda satu hari dengan Makkah dalam memasuki awal bulan Qamariyah. Masalahnya, hal ini dapat menyebabkan kawasan ujung barat bumi tidak dapat melaksanakan puasa Arafah karena wukuf di Arafah jatuh bersamaan dengan hari Idul Adha di ujung barat itu. Kalau kawasan ujung barat itu menunda masuk bulan Dzulhijjah demi menunggu Makkah padahal hilal sudah terpampang di ufuk mereka, ini akan membuat sistem kalender menjadi kacau balau.

Metode Perhitungan Awal Bulan Qamariyah

Yang harus dihitung untuk menyediakan data dalam rangka penentuan awal bulan Qamariyah yang pertama kali adalah perhitungan saat terjadinya ijtima’ bulan-matahari menjelang awal bulan Qamariyah yang dicari. Berikutnya menghitung saat terbenam matahari pada hari terjadinya ijtima’ tersebut atau boleh jadi hari berikutnya. Terakhir menghitung posisi bulan pada saat terbenam matahari. Perhitungan yang terakhir ini untuk memastikan apakah bulan sudah di sebelah timur matahari atau belum, dapat pula dikatakan apakah bulan sudah terbenam atau belum.

Pendapat Mengenai Keputusan Wujud al-Hilal Majlis Tarjih

Ketua Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Periode 2010-2015, Prof. Dr. H. Syamsul Anwar, M.A. mengatakan, dengan banyaknya metode yang ada dalam penentuan awal bulan Hijriyah, Muhammadiyah sampai saat ini masih konsisten dalam menggunakan metode hisab wujud al-hilal yang memang sudah lama dipegang Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam menentukan awal bulan Hijriyah.
Menurut Syamsul Anwar yang disampaikan di acara Konsolidasi Nasional Muhammadiyah, penggunaan metode hisab wujud al-hilal sudah tepat, karena hanya dengan metode tersebut, penyatuan kalender Hijriyah secara internasional dapat dilakukan. “Penggunaan metode rukyat pada akhirnya membelah dunia bagian utara atau selatan, yang selama enam bulan matahari dapat bersinar tanpa henti, “ jelasnya, Rabu (28-9-2011). Penggunaan metode hisab imkanur rukyat yang ditawarkan pemerintah menurut Syamsul Anwar banyak memiliki kelemahan. Di antara kelemahan tersebut adalah kebimbangan dalam memutuskan ketika ada kesaksian bahwa hilal dapat disaksikan ketika di bawah 2 derajad, dan sebaliknya apabila dalam situasi ketinggian hilal sudah 2 derajad atau lebih tapi tidak satupun saksi yang dapat melihat, hal tersebut bisa menjadi masalah.

Lebih lanjut menurut Syamsul Anwar, apabila menggunakan metode penentuan awal bulan Hijriyah yang ditawarkan pemerintah, maka dalam 18 tahun mendatang untuk Idul Adha akan terjadi di 10 kali perbedaan dengan Arab Saudi. “Akan lebih banyak perbedaan lagi dalam penetapan Idul Adha dengan Arab Saudi selama 18 tahun mendatang, yakni 14 kali apabila menggunakan metode imkanur rukyat 4 derajad yang ditawarkan Thomas Djamaluddin, “Jelasnya. Sedangkan dengan metode hisab wujud al-hilal yang ditetapkan Muhammadiyah menurut Syamsul Anwar, kemungkinan perbedaan selama 18 tahun mendatang mengenai penetapan Idul Adha dengan Arab Saudi adalah empat kali, sehingga lebih mendekati.

Artikel arinprasticha Lainnya :

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © 2015 arinprasticha | Design by Bamz