Pembagian Harta Waris
Pendahuluan
Harta warisan merupakan harta yang
diberikan dari orang yang telah meninggal kepada orang-orang terdekatnya
seperti keluarga dan kerabat-kerabatnya. Pembagian harta waris dalam Islam
telah begitu jelas diatur dalam Al-Qur’an yaitu pada surat An-Nisa’. Allah
dengan segala rahmatNya, telah memberikan pedoman dalam mengarahkan manusia
dalam hal pembagian harta warisan. Pembagian harta ini pun bertujuan agar di
antara manusia yang ditinggalkan tidak terjadi perselisihan dalam membagikan
harta warisan tersebut.
Harta waris
dibagikan jika memang orang yang meninggal, meninggalkan harta yang berguna
bagi orang lain. Namun sebelum harta waris itu diberikan kepada ahli waris, ada
tiga hal yang terlebih dahulu mesti dikeluarkan, yaitu peninggalan dari mayit:
1.
Segala
biaya yang berkaitan dengan proses pemakaman jenazah.
2.
Wasiat
dari orang yang meninggal
3.
Hutang
piutang sang mayit.
Ketika tiga hal
di atas telah dipenuhi barulah pembagian harta waris diberikan kepada keluarga
dan juga para kerabat yang berhak. Adapun besar kecilnya bagian yang diterima
bagi masing-masing ahli waris dapat dijabarkan dalam makalah ini.
Secara garis
besar bahwa pembagian harta waris dalam Islam telah ditentukan dalam Al-Qur’an
surat An-Nisa’ secara gamblang dan dapat kita sampaikan bahwa ada 6 tipe
persentase pembagian harta waris, yaitu ada pihak yang mendapatkan setengah
(1/2), seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), dua per tiga (2/3), sepertiga
(1/3), dan seperenam(1/6). Untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut.
Pembahasan
Besarnya Bagian
Harta
Menurut
Kompilasi Hukum Islam maupun menurut al-Qur’an dan al-Hadis,
ketentuan-ketentuan pembagian harta yang telah ditetapkan adalah sebagai
berikut:
A.
Ahli
waris yang mendapatkan setengah harta (1/2)
Ashhabul furudh yang berhak mendapatkan separo dari harta waris peninggalan
pewaris ada lima, satu dari golongan laki-laki dan empat lainnya perempuan.
Kelima ashhabul furudh tersebut ialah suami, anak perempuan, cucu perempuan,
keturunan anak laki, saudara kandung perempuan, dan saudara perempuan seayah.
Rinciannya sebagai berikut:
a.
Seorang
suami berhak untuk
mendapatkan separo harta warisan, dengan syarat apabila pewaris tidak mempunai
keturunan, baik anak laki-laki maupun perempuan, baik anak keturunan itu dari
suami tersebut ataupun bukan. Dalilnya adalah firman Allah:
“...dan
bagi kalian (para suami) mendapat separo dari harta yang diinggalkan
istri-istri kalian, bila mereka (para istri) tidak mempunyai anak...” (an-Nisa’ : 12)
b.
Anak
perempuan (kandung)
mendapat bagian separo harta peninggalan pewaris, sengan dua syarat:
1.
Pewaris
tidak mempunyai anak laki-laki (berarti anak perempuan tersebut tidak mempunyai
saudara laki-laki)
2. Apabila
anak perempuan itu adalah anak tunggal. Dalilnya adalah firman Allah: “..
dan apabila ia (anak perempuan) hanya seorang, maka ia mendapat separo harta
warisan yang ada.” Bila kedua syarat terebut tidak ada, maka anak perempuan
pewaris tidak mendapatkan bagian setengah.
c.
Cucu
perempuan keturunan anak laki-laki
akan mendapat bagian separo, dengan tiga syarat:
1.
Apabila
ia tidak mempunyai saudara laki-laki (yakni cucu laki-laki dan keturunan
laki-laki).
2.
Apabila
hanya seorang (yakni cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki tersbut
sebagai anak tunggal).
3.
Apabila
pewaris tidak mempunyai anak perempuan ataupun anak laki-laki.
Dalilnya
sama saja dengan dalil bagian anak perempuan (sama dengan nomor 2). Sebab cucu
perempuan dari keturunan anak laki-laki sama kedudukannya dengan anak kandung
perempuan bila anak kandung perempuan tidak ada. Maka firmanNya “yushi>kumulla>hu
fi> aula>dikum”, mencakup anak dan anak laki-laki dari keturunan anak, dan hal ini
telah menjadi kesepakatan para ulama.
d.
Saudara
kandung perempuan
akan mendapat bagian separo harta warisan dengan syarat:
1.
Ia
tidak mempunyai saudara kandung laki-laki.
2.
Ia
hanya seorang diri (tidak mempunyai saudara perempuan).
3.
Pewaris
tidak mempunyai ayah atau kakek, dan tidak pula mempunyai keturunan, baik
keturunan laki-laki atau keturunan perempuan.
Dalilnya
adalah firman Allah berikut: “Allah memberi fatwa kepadamu (tentang
kalalah). Katakanlah “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu: jika
seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara
perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang
ditinggalkannya...” (An-Nisa’ : 176)
e.
Saudara
perempuan seayah akan mendapat
bagian separo dari harta warisan peninggalan pewaris, dengan empat syarat:
1.
Apabila
ia tidak mempunyai saudara laki-laki.
2.
Apabila
ia hanya seorang diri.
3.
Pewaris
tidak mempunyai saudara kandung perempuan.
4.
Pewaris
tidak mempunyai ayah atau kakek, dan tidak pula anak, baik anak laki-laki
maupun perempuan. Dalilnya sama dengan butir 4 (an-Nisa’: 176), dan hal ini
telah menjadi kesepakatan ulama’.
B.
Ahli
waris yang mendapat seperempat (1/4)
Adapun kerabat pewaris yang berhak
mendapat seperempat (1/4) dari harta peninggalannya hanya ada dua, yaitu suami
dan istri. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:
1. Seorang
suami berhak
mendapatkan seperempat (1/4) dari harta peninggalan istrinya dengan satu
syarat, yaitu bila sang istri mempunyai anak dan cucu laki-laki dari keturunan
anak laki-lakinya, baik anak atau cucu tersebut dari darah dagingnya ataupun
dari suami lain (sebelumnya). Hal ini berdasarkan firman Allah:
“..jika
istri-istrimu mempunyai anak, maka kamu mendapatkan seperempat dari harta yang
ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah
dibayar) utangnya...” (an-Nisa’:
12)
2.
Seorang
istri akan
mendapatkan bagian seperempat (1/4) dari harta peninggalan suaminya dengan satu
syarat, yaitu apabila suami tidak mempunyai anak atau cucu, baik anak tersebut
lahir dari rahimnya ataupun dari rahim istri yang lainnya. Ketentuan ini
berdasarkan fiman Allah:
...”para istri
memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai
anak..” (an-Nisa’ :12)
Ada satu hal
yang patut diketahui oleh kita, khususnya para penuntut ilmu tentang bagian
istri. Yang dimaksud dengan “istri mendapat seperempat” adalah bagi seluruh
istri yang dinikahi seorang suami yang meninggal tersebut. Dengan kata lain,
sekalipun seorang suami meninggalkan istri lebih dari satu, maka mereka tetap
mendapat seperempat harta peninggalan suami mereka. Hal ini berdasarkan firman
Allah di atas, yaitu dengan digunakannya kata lahunna (dalam bentuk
jamak) yang bermakna ‘mereka perempuan’. Jadi, baik suami meninggalkan seorang
istri ataupun empat orang istri, bagian mereka tetap seperempat dari harta
peninggalan.
C.
Ahli
waris yang mendapat seperdelapan (1/8)
Dari sederetan ashhabul furudh yang hendak memperoleh
seperdelapan (1/80 yaitu istri. Istri baik seorang maupun lebih akan
mendapatkan seperdelapan dari harta peninggalan suaminya, bila suami mempunyai
anak atu cucu, baik anak tersebut lahir dari rahimnya atau dari rahim istri
yang lain. Dalilnya adalah firman Allah SWT:
“..Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh
seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu
buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu..” (an-Nisa’ : 12)
D.
Ahli
waris yang mendapat dua pertiga (2/3)
Ahli waris yang berhak mendapat dua pertiga (2/3) dari harta
peninggalan pewaris ada empat yaitu:
1.
Dua
anak perempuan (kandung) atau lebih itu tidak mempunyai saudara laki-laki, yakni anak laki-laki dari
pewaris. Dasar hukumnya yaitu:
“...dan jika
anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari
harta yang ditinggalkan..” (an-Nisa’
: 11)
Ada satu hal
penting yang mesti kita ketahui agar tidak tersesat dalam memahami hukum yang
ada dalam Kitabullah. Makna fauqo itsnataini bukanlah anak perempuan
lebih dari dua, melainkan dua anak perempuan atau lebih. Hal ini merupakan
kesepakatan para ulama. Mereka bersandar pada hadis Rasulullah saw yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim yang mengisahkan vonis
Rasulullah terhadap pengaduan istri Sa’ad bin ar-Rabi’ r.a.
Hadis tersebut
sangat jelas dan tegas menunjukkan bahwa makna ayat fauqo itsnataini adalah
dua anak perempuan atau lebih. Jadi, orang yang berpendapat bahwa maksud ayat
tersebut adalah ‘anak perempuan lebih dari dua’ jelas tidak benar dan menyalahi
ijma’ para ulama. Wallahu a’lam.
2.
Dua
orang cucu perempuan dan keturunan anak laki-laki akan mendapatkan bagian dua pertiga (2/3) dengan persyaratan
sebagai berikut:
a.
Pewaris
tidak mempunyai anak kandung, baik laki-laki maupun perempuan.
b.
Pewaris
tidak mempunyai dua orang anak kandung perempuan.
c.
Dua
cucu putri tersebut tidak mempunyai saudara laki-laki.
3. Dua
saudara kandung perempuan (atau lebih) akan mendapat bagian dua pertiga dengan persyaratan sebagai
berikut:
a. Bila
pewaris tidak mempunyai anak (baik laki-laki maupun perempuan), juga tidak
mempunyai ayah atau kakek.
b.
Dua
saudara kandung perempuan (atau lebih) itu tidak mempunyai saudara laki-laki
sebagai ashabah.
c.
Pewaris
tidak mempunyai anak perempuan, atau cucu perempuan dari keturunan anak
laki-laki. Dalilnya adalah firman Allah sebagai berikut:
“...tetapi
jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua per tiga dari
harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal...”( an-Nisa’ : 176)
4.
Dua
saudara perempuan seayah (atau lebih) akan mendapat bagian dua per tiga dengan syarat sebagai berikut:
a.
Bila
pewaris tidak mempunyai anak, ayah, atau kakek.
b.
Kedua
saudara perempuan seayah itu tidak mempunyai saudara laki-laki seayah.
c.
Pewaris
tidak mempunyai anak perempuan atau cucu perempuan dari keturunan anak
laki-laki, atau saudara kandung (baik laki-laki maupun perempuan).
Persyaratan
yang harus dipenuhi bagi dua saudara perempuan seayah untuk mendapatkan bagian
dua pertiga hampir sama dengan persyaratan dua saudara kandung perempuan, hanya
di sini (saudara seayah) ditambah dengan keharusan adanya saudara kandung (baik
laki-laki maupun perempuan). Dan dalilnya sama, yaitu ijma’ para ulama bahwa
ayat “...tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua
per tiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal...”( an-Nisa’ :
176) mencakup saudara kandung perempuan dan saudara perempuan seayah. Sedangkan
saudara perempuan seibu tidaklah termasuk dalam pengertian ayat tersebut.
E.
Ahli
waris yang mendapat satu pertiga (1/3)
Adapun ashhabul furudh yang
berhak mendapatkan warisan sepertiga bagian hanya dua yaitu ibu dan dua saudara
(baik laki-laki ataupun perempuan) yang seibu.
Seorang ibu berhak mendapatkan
bagian sepertiga dengan syarat:
1.
Pewaris
tidak mempunyai anak atau cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki.
2.
Pewaris
tidak mempunyai dua orang saudara atau lebih (laki-laki maupun perempuan), baik
saudara itu sekandung atau seayah ataupun seibu.
Dalilnya
adalah firman Allah sebagai berikut:
“...dan
jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh
ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga..” (an-Nsa’ : 11)
Kemudian
saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu, dua orang atau lebih, akan
mendapat bagian sepertiga dengan syarat sebagai berikut:
1. Bila
pewaris tidak mempunyai anak (baik laki-laki maupun perempuan), juga tidak
mempunyai ayah atau kakek.
2.
Jumlah
saudara yang seibu itu dua orang atau lebih.
Dalilnya
adalah firman Allah sebagai berikut:
“..jika
saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang
sepertiga itu...” (an-Nisa’
: 12)
F.
Ahli
waris yang mendapat satu perenam (1/6)
a.
Ayah,
apabila pewaris mempunyai anak, baik laki-laki maupun perempuan.
b. Kakek
sahih (ayahnya ayah dan terus ke atas), apabila mempunyai anak atau cucu
dari anak laki-laki dan terus ke bawah. Dengan demikian status kakek dapat menempati
kedudukan ayah.
c.
Ibu,
dengan dua syarat. Pertama, bila pewaris mempunyai anak laki-laki atau
perempuan atau cucu laki-laki keturunan anak laki-laki. Kedua, bila
pewaris mempunyai dua orang saudara atau lebih, baik laki-laki maupun
perempuan, baik sekandung, seayah, maupun seibu.
0 komentar:
Post a Comment