DESAIN PENELITIAN HUKUM
image from: kuliilmu.blogspot.co.id
Pengertian Penelitian Hukum
Banyak sekali ragam penelitian yang
dapat dilakukan. Hal ini tergantung dari tujuan, pendekatan, bidang ilmu,
tempat, dan sebagainya.[1]
Penelitian merupakan suatu kegiatan
ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan kontruksi, yang dilakukan secara
metodologis, sistematis, dan konsisten. Metodologus berarti sesuai dengan
metode atau cara tertentu, sistematis berdasarkan pada suatu sistem, sedangkan
konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan pada suatu kerangka
tertentu.
Penelitian hukum merupakan suatu
kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu
yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu,
dengan jalan menganalisanya.[2]
Penelitian hukum adalah suatu
penelitian ilmiah yang mempelajari suatu gejala hukum tertentu dengan
menganalisanya atau melakukan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum
untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan yang timbul dari
gejala yang bersangkutan.[3]
Penelitian hukum merupakan salah
satu tahap aktifitas pelaksanaan pembangunan hukum, oleh karena penelitian
hukum merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk menemukan
kenyataan-kenyataan tentang hukum yang berlaku di masyarakat. Dengan demikian
maka tujuan penelitian hukum adalah untuk menunjang pembinaan serta pembaharuan
hukum dengan mengusahakan penemuan-penemuan. Kenyataan-kenyataan yang ditemukan
tersebut, akan dapat dijadikan dasar yang tepat dalam penetapan kebijaksanaan pembangunan
di bidang hukum. Dan di samping itu, maka penelitian hukum juga bertujuan untuk
menunjang perkembangan ilmu hukum.
Objek penelitian, yaitu pengadaan
kerangka hukum bagi kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan juga bagi
pengelolaan kekayaan alam serta lingkungan hidup. Di samping itu, maka diadakan
landasan yang mantap bagi berbagai instansi pemerintah yang berfungsi sebagai
pemelihara keamanan dan ketertiban umum. Juga diperlukan sistem peradilan yang
sesuai dengan kebutuhan para pencari keadilan, maupun pengembangan sistem
pemasyarakatan dan pengentasan anak yang bersifat mendidik serta
berprikemanusiaan.[4]
Pengertian Desain Penelitian Hukum
Desain penelitian disebut juga
rencana penelitian. Rencana merupakan suatu kehendak atau keputusan yang dilakukan
oleh seseorang. Rencana bisa juga berarti sebuah usulan (proposal) yang rinci
untuk melakukan atau mencapai sesuatu. Adapun penelitian adalah pengamatan
secara sistematis dan kajian atas bahan dan sumber sesuatu untuk membangun
fakta dan kesimpulan. Jadi yang dimaksud dengan rencana penelitian adalah sebuat
keputusan untuk mengamati atau mengkaji suatu bahan atau sumber secara
sistematis.[5]
Desain penelitian hukum merupakan
suatu rancangan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan
pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala
hukum tertentu dengan jalan menganalisanya, selain itu maka juga diadakan pemeriksaan
yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu
pemecahan terhadap permasalahan-permasalahan dalam gejala yang bersangkutan.
Metode Penetapan Hukum Islam
1.
Al-Qur’an
Al-Qur’an dipelajari dan dipahami oleh para sahabat tanpa mempunyai
bekal dan aturan-aturan struktur kebahasaan. Sebaliknya mereka dikaruniai suatu
pemahaman, pemikiran yang tajam, daya imajinasi yang kuat, mereka memahami
betul tujuan-tujuan penetapan hukum dan alasan-alasan (hikmah) yang berada di
balik ketetapan-ketetapan hukum dibaliknya.
Sesungguhnya para sahabat jarang bertanya pada Nabi tentang masalah-masalah
hukum kalau tidak Nabi sendiri yang memulainya.
2.
Sunnah
Bagian dari sunnah terdiri dari perkataan-perkataan Nabi yang
redaksinya berasal dari bahasa sahabat itu sendiri, mereka mengetahui maknanya
dan memahami susunan bahasa dan kandungan maknanya.
Sejauh perbuatan Nabi yang sudah diketahui, mereka betul-betul
menyaksikannya, kemudian menerangkan kepada sahabat lain persis seperti apa
yang mereka lihat. Contoh kasus sahabat melihat Nabi melakukan wudhu dan mereka
meniru perbuatan Nabi tersebut tanpa bertanya pada Nabi secara rinci perbuatan
wudhu yang bermacam-macam itu diwajibkan dan diperintahkan, diperbolehkan dan
ada yang tidak diperbolehkan. Seperti halnya mereka menyaksikan Nabi
melaksanakan ibadah haji dan shalat dan ibadah lainnya.
3.
Ijtihad
Ijtihad adalah penting dan relevan dalam kontek menjawab
persoalan-persoalan dunia kontemporer. Sebagaimana dicontohkan Muadz Bin Jabal
menyatakan ketika Nabi mengutusnya ke Yaman, dia (Nabi) bertanya: “Apa yang
engkau perbuat jika engkau dihadapkan masalah-masalah hukum?” Muadz mengatakan,
“Saya akan menetapkan hukum berdasarkan hukum Kitabullah”. Nabi bertanya, “Jika
engkau tidak mendapatkannya dalam Kitabullah?” Muadz menjawab, “ Saya akan
menetapkan hukum dengan sunnah Nabi”. Lebih lanjut Nabi bertanya, “Jika tidak
menemukannya dalam sunnah Nabi?” Muadz menjawab, “Saya akan melakukan ijtihad
dengan pendapatku sendiri”. Nabi menepuk dada Muadz dan menyatakan, “Segala
puji bagi Allah yang telah memberikan bimbingan utusan NabiNya.”
Ijtihad tersebut dan bentuk pendapat hakim, sebagaimana dijelaskan
Muadz, adalah penjelasan lebih lanjut dari nasihat Umar. Umar memberikan
nasihat ketika ia mengangkat Abu Musa menjadi seorang hakim: ketetapan hukum
harus didasarkan pada dasar-dasar perintah al-Qur’an dan ditetapkan oleh sunnah
Nabi.[6]
Substansi Hukum
Substansi hukum adalah terdiri dari
norma, kaidah, asas-asas hukum, doktrin, dan peraturan perundang-undangan.
Struktur hukum adalah suatu proses pembentukan dan penerapan hukum yang terdiri
atas pembuatan hukum (legislasi) jaringan birokrasi, penegak hukum dan lembaga
peradilan beserta ketentuan caranya. Sementara budaya hukum adalah bentuk
apresiasi masyarakat terhadap hukum yaitu, di mana, kapan, dan bagaimana
masyarakat menaati dan menyimpangi hukum berdasarkan nilai yang dianutnya.
Berdasarkan deskripsi di atas maka
penelitian hukum terhadap gejala hukum dibatasi pada penelitian mengenai norma,
kaidah dan asas-asasnya sebagai substansi hukum, penerapan hukum oleh struktur
hukum dan mengenai hukum ketika berinteraksi dalam masyarakat sebagai budaya
hukum.
Penelitian mengenai substansi hukum bisa diterapkan dalam
penelitian dengan tipe penelitian normatif. Sementara penelitian struktur dan
budaya hukum termasuk tipe penelitian empiris (sosiologis).[7]
a.
Penelitian
hukum normatif
Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan
hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah
mengenai asas-asas norma, kaidah dan peraturan perundangan, putusan peradilan,
perjanjian, serta doktrin (ajaran).
Peter Mahmud Marzuki menjelaskan penelitian hukum normatif adalah
suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun
doktrin-doktrin hukum untuk menjawab permasalahan hukum yang dihadapi.
Penelitian hukum normatif dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau
konsep baru sebagai deskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji memberikan pendapat penelitian
hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti
bahan kepustakaan berupa:
1.
Penelitian
terhadap asas-asas hukum yaitu penelitian terhadap unsur-unsur hukum.
2.
Penelitian
terhadap sistematika hukum, yaitu mengadakan identifikasi terhadap pengertian
pokok dalam hukum seperti subjek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum, dan
peraturan perundangan.
3.
Penelitian
terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal, yaitu meneliti keserasian
hukum positif agar tidak bertentangan dengan hierarki perundang-undangan.
4.
Perbandingan
hukum, yaitu membangun pengetahuan hukum positif dengan membandingkan hukum di
satu negara dengan sistem hukum di negara lain.
5.
Sejarah
hukum, yaitu meneliti perkembangan hukum positif dalam kurun waktu tertentu.[8]
Terdapat tiga
tipe penelitian hukum yang dapat dikategorikan sebagai penelitian hukum yang
normatif, yaitu:
1.
Penelitian
yang berupa investasi hukum positif.
2. Penelitian
yang berupa usaha-usaha penemuan asas-asas dan dasar falsafah (dogma atau
doktrin) hukum positif.
3. Penelitian
yang berupa penemuan hukum in concreto yang sesuai untuk diterapkan guna
menyelesaikan suatu perkara hukum tertentu.[9]
b.
Objek
penelitian hukum normatif
Penelitian hukum normatif selalu mengambil isu dari hukum sebagai
sitem norma yang digunakan untuk memberikan justifikasi preskriptif tentang
suatu peristiwa hukum. Sehingga penelitian hukum normatif menjadikan sistem
norma sebagai pusat kajiannya. Sistem norma dalam arti yang sederhana adalah
sistem kaidah atau aturan. Sedangkan penelitian hukum normatif adalah
penelitian yang mempunyai objek kajian tentang kaidah atau aturan hukum.
Sehingga apabila orang akan melakukan penelitian hukum normatif,
maka ia akan memulai dari suatu peristiwa hukum dan selanjutnya akan dicari
rujukan pada sistem norma, seperti peraturan perundangan, asas-asas hukum
maupun doktrin-doktrin hukum yang diajarkan para ahli untuk mencari konstruksi
hukum maupun hubungan hukumnya.
Penelitian hukum normatif menempatkan sistem norma sebagai objek
kajiannya. Sistem norma yang dimaksud sebagai objek kajian adalah seluruh unsur
dari norma hukum yang berisi nilai-nilai tentang bagaimana seharusnya manusia
bertingkah laku. Unsur-unsur tersebut adalah:
1.
Norma
dasar
2.
Asas-asas
hukum
3.
Kitab
undang-undang dan perundang-undangan
4.
Doktrin
atau ajaran hukum
5.
Dokumen
perjanjian (kontrak)
6.
Keputusan
pengadilan
7.
Keputusan
birokrasi
8. Segala
bentuk dokumen hukum yang dibuat secara formal dan mempunyai kekuatan mengikat.
Penelitian
hukum normatif akan mengkaji objek tersebut dan dikaji dari sistematika
berdasar ketaatan pada sistematika hukum secara hierarkis untuk memberikan
sebuah pendapat hukum dalam bentu
justifikasi (preskriptif) terhadap sebuah peristiwa hukum.[10]
c.
Penelitian
hukum normatif dalam Islam
Dalam Islam secara umum metode yang dikembangkan ulama’ untuk
menggali hukum Islam seperti yang dikaji dalam ushul fiqh dibagi menjadi dua
bagian besar, yaitu metode literal (thariqah lafdziyah) dan metode
argumentasi atau ekstensifikasi (thariqah maknawiyah). Metode literal
ditujukan pada teks-teks syari’ah yang berupa al-Qur’an dan Hadis untuk
mengetahui cara lafal-lafal kedua sumber itu menunjukkan kepada hukum-hukum
yang dimasukkannya. Karena itu dasar metode ini adalah analisis lafal-lafal
al-Qur’an dan Hadis dengan bertitik tolak pada kaidah-kaidah kebahasaan arab.
Dalam metode ini dijelskan bagaimana cara suatu lafal syari’ah menunjukkan
makna yang dikehendakinya, menyimpulkan makna itu dari kata-kata yang
dikehendakinya, bagaimana mengkompromikan berbagai makna yang secara sepintas
tampak saling bertentangan.
Dalam kaitan dengan metode literal ini terdapat dua konsep penting
yaitu tafsir dan takwil. Tafsir ditujukan kepada lafal yang belum jelas untuk
diberi penjelasan. Sedangkan takwil objeknya adalah justru lafal yang sudah
jelas maknanya. Akan tetapi pengamalan makna yang jelas itu dirasa membawa
kesenjangan dan kurang menampung rasa keadilan. Tafsir berfungsi mencari
kejelasan dari suatu makna yang masih kabur, sedang takwil hakikatnya untuk
mengatasi kesenjangan dan kekakuan makna nash yang sudah jelas.
Adapun metode ekstensifikasi (argumentasi) esensinya adalah usaha
da upaya untuk memperoleh suatu hukum Islam dengan cara pemekaran dan perluasan
makna suatu teks syari’ah yang bersifat eksplisit. Hal ini dilakukan dengan
cara menggali causalegis (illat) suatu nas untuk diterapkan pada
kasus-kasus serupa yang tidak secara eksplisit termasuk di dalamnya, atau juga
dengan jalan menggali semangat, tujuan dan prinsip umum, yang terkandung dalam
suatu nash untuk diterapkan secara lebih luas pada masalah lain yang diharapkan
mewujudkan kemaslahatan yang sama.[11]
d.
Penelitian
hukum sosiologis
1.
Penelitian
hukum yuridis sosiologis
Manusia dalam banyak hal memiliki kebebasan untuk bertindak di luar
batas kontrol struktur dan pranata sosialnya, di mana individu berasal. Menusia
secara aktif dan kreatif mengembangkan respon-respon terhadap stimulus dalam
dunia kognitif. Karena itu, paradigma definisi sosial lebih tertarik terhadap
apa yang ada dalam pemikiran manusia tentang proses sosial, terutama para
pengikut interaksi simbolik. Dalam proses sosial, individu manusia dipandang
sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya.[12]
Penelitian hukum dengan model yuridis sosiologis mempunyai objek
kajian mengenai perilaku masyarakat. Perilaku masyarakat yang dikaji adalah
perilaku masyarakat yang tibul akibat berinteraksi dengan sistem norma yang
ada. Interaksi itu muncul sebagai bentuk reaksi masyarakat atas diterapkannya
sebuah ketentuan perundangan positif dan bisa pula dilihat dari perilaku
masyarakat sebagai bentuk aksi dalam mempengaruhi pembentukan sebuah ketentuan
hukum positif.
Penelitian yuridis sosiologis bisa pula digunakan untuk meneliti
efektifitas bekerjanya hukum di dalam masyarakat. Beberapa ahli dalam buku-buku
sosiologi hukum mencoba menjelaskan mengenai efektifitas hukum sebagai bentuk
interaksi antar aturan perundangan ketika dilaksankan dalam masyarakat. Bentuk
pelaksanaan sebagai perilaku masyarakat ini akan dipengaruhi oleh faktor-faktor
sosial yang ada dalam diri dan lingkungannya.
Penelitian yuridis sosiologis biasanya dianalisis secara
deskriptif, yaitu memaparkan dan menjelaskan data yang ditemukan dalam
penelitian. Penelitian ini tidak memberikan justifikasi hukum seperti halnya
penelitian hukum normatif, mengenai apakah suatu peristiwa itu salah atau benar
menurut hukum, tetapi hanya memaparkan fakta-fakta.[13]
2.
Penelitian
sosiologi tentang hukum
Penelitian atau penggunaan metode ilmiah secara terancang dan
sistematis, atau keiatan penelaahan secara ilmiah, tidak dapat dipisahkan
dengan pertumbuhan ilmu pengetahuan baik ilmu-ilmu kealaman maupun bagi
ilmu-ilmu sosial.[14]
Setelah memahami penelitian hukum yuridis sosiologis, maka di sini
akan membahas mengenai penelitian sosiologis tentang hukum. Pada hakikatnya
penelitian tersebut mempunyai objek kajian yang sama yaitu perilaku masyarakat.
Kalau penelitian yuridis sosiologis mengamati objek tentang perilaku masyarakat
ketika berinteraksi dengan norma, sedangkan penelitian sosiologis tentang hukum
ini mengamatai bagamana hukum yang hidup di dalam masyarakat.
Hukum dalam konteks ini diberi makna dan konsepsi yang berbeda dengan
hukum seperti halnya yang telah orang ketahui dan orang awam fahami. Hukum yang
selama ini dikonsepsikan dengan sistem norma berbeda dengan hukum menurut
pengamat sosial. Hukum menurut madzhab ini dikonsepsikan sebagai perilaku
masyarakat yang ajeg dan terlembagakan serta mendapatkan legitimasi secara
sosial di mana masyarakat taat dan tunduk kepada hukum tersebut.
Penelitian
sosiologi tentang hukum mengamati apa yang menjadi karakteristik sebuah
perilaku masyarakat di suatu wilayah dalam suatu aspek kehidupan sosial.[15]
[1]
Suharsimi
Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2006), 7.
[2]
Soerjono
Soekamto, Pengantar Penelitan Hukum (Jakarta: OI-Press, 1986), 42.
[3]
Mukti Fajar, Pluralisme
Penelitian Hukum Normatif dan Empiris
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 28.
[4] Ibid., 79-79.
[5] Rachmat
Assegaf, Desain Riset Sosial Keagamaan (Yogyakarta: Gama Media, 2007),
153.
[6] Taha Jabir
Al-Alwani, Metodologi Hukum Islam Kontemporer, Terj. Yusdani
(Yogyakarta: UII Press, 2001), 8-11.
[7] Mukti Fajar, Pluralisme
Penelitian Hukum, 28.
[8] Ibid., 35.
[9] Aji damanuri, Metodologi
Penelitian Muamalah (Ponorogo: STAIN Po PRESS, 2010), 48-49.
[10] Mukti Fajar, Pluralisme
Penelitian Hukum, 39.
[11]
Amir muallim, Konfigurasi
Pemikiran Hukum Islam (yogyakarta: UII Press, 2001), 91-93.
[12] Burhan Bungin, Metodologi
Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), 3.
[13] Mukti Fajar, Pluralisme
Penelitian Hukum, 39.
[14] Sanapiah
Faisal, format-Format Penelitian Sosial (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2001), 11.
[15] Mukti Fajar, Pluralisme
Penelitian Hukum, 39.
0 komentar:
Post a Comment