Ketentuan Ahli Waris
Ahli Waris dalam
Perspektif Fiqh
Salah satu sumber tertinggi
dalam warisan adalah al-Qur’an dan sebagai pelengkap yang menjabarkannya adalah
sunnah Rasul beserta isjtihad atau upaya para ahli hukum Islam terdahulu.
Berkaitan dengan hal tersebut, di bawah ini akan diuraikan tentang
dasar hukum mengenai pembagian harta warisan di antaranya di dalam al-Qur’an
surat an-Nisa’ ayat 7 yang artinya sebagai berikut:
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta sepeninggalan ibu
bapak, dan kerabatnya, dan bagi wanita ada pula dari harta peninggalan ibu
bapak, dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah
ditetapkan.”
Dalam ayat tersebut secara tegas Allah menyebutkan bahwa baik
laki-laki maupun perempuan merupakan ahli waris.
Para ahli waris atau orang-orang yang mewarisi harta peninggalan
orang yang meninggal dunia dalam bab ini dikelompokkan sebagai berikut:
a.
Ahli
waris sababiyah
b.
Ahli
waris nasabiyah
c.
Ahli
waris laki-laki
d.
Ahli
waris wanita
e.
Ahli
waris ashhabul furudh
f.
Ahli
waris ashabah
g.
Ahli
waris dhawil arham
h. Ahli
waris maulal mu’tiq (laki-laki/ perempuan yang menjadi ahli waris dari
bekas hamba karena ia telah memerdekakannya)[1]
Dalam istilah hukum Islam, waris disebut juga dengan faraidh,
artinya bagian tertentu yang dibagi menurut agama Islam kepada semua yang
berhak menerimanya.
Pengertian di atas sesuai dengan salah satu hadis Nabi saw. yang
artinya: ”sesungguhnya Allah SWT telah memberi kepada orang yang berhak atas
haknya, ketahuilah, tidak ada wasiat kepada ahli waris.”
Pewaris dan Sebab menjadi Ahli Waris
Pewaris adalah orang yang meninggal dunia, baik laki-laki maupun
perempuan yang meninggalkan sejumlah harta benda maupun hak-hak yang diperoleh
selama hidupnya, baik dengan surat wasiat maupun tanpa surat wasiat.
Adapun yang menjadi dasar hak untuk mewarisi atau dasar untuk
mendapat bagian harta peninggalan yaitu:
a.
Karena
hubungan darah
b.
Hubungan
semenda atau pernikahan
c.
Hubungan
persaudaraan, karena agama yang ditentukan oleh al-Qur’an bagiannya tidak lebih
dari sepertiga harta warisan.
d. Hubungan
kerabat karena semua hijrah pada permulaan pengembangan Islam, meskipun tidak
ada hubungan darah.[2]
Ketentuan Besaran Bagian Ahli Waris Menurut Fiqh
Di dalam al-Qur’an dan hadis Nabi disebutkan bagian-bagian tertentu
dan disebutkan pula ahli waris dengan bagian tertentu itu. Bagian tertentu itu
di dalam al-Qur’an yang disebut furudh adalah dalam bentuk angka
pecahan, yaitu ½, ¼, 1/8, 1/6, 1/3, dan 2/3. Para ahli waris yang mendapat bagian
menurut angka tersebut dinamai ahli waris dzaul furudh.
Ahli waris dzaul furudh yaitu:
1.
Anak
perempuan
a.
½
jika ia sendiri (dan tidak bersama anak laki-laki)
b.
2/3
jika anak perempuan lebih dari dua
2.
Cucu
perempuan
a.
½
jika ia sendiri
b.
2/3
jika ada dua orang atau lebih dan tidak bersama cucu laki-laki
c.
1/6
jika bersamanya ada anak perempuan seorang saja
3.
Ibu
a.
1/6
jika meninggalkan anak
b.
1/3
jika tidak meninggalkan anak
c.
1/6
jika tidak meninggalkan anak tetapi memiliki beberapa saudara.
4.
Ayah
a.
1/6
jika meninggalkan anak
5.
Kakek
a.
Bagian
kakek sama dengan bagian bapak, karena ia adalah pengganti bapak ketika bapak
sudah tidak ada.
6.
Nenek
a.
Mendapat
1/6 jika jenazah tidak mempunyai ibu
7.
Saudara
perempuan kandung
a.
½
jika ia sendiri
b.
2/3
jika ada dua orang atau lebih
8.
Saudara
perempuan seayah
a.
½
jika ia sendiri
b.
2/3
jika ada dua orang atau lebih
c.
1/6
jika bersama seorang saudara kandung perempuan
9.
Saudara
laki-laki seibu
a.
1/6
jika ia sendiri
b.
1/3
jika lebih dari seorang
10.
Saudara
perempuan seibu
a.
1/6
jika ia sendiri
b.
1/3
jika lebih dari seorang
11.
Suami
a.
½
jika tidak ada anak
b.
¼
jika meninggalkan anak
12.
Istri
a.
¼
jika tidak ada anak
b.
1/8
jika meninggalkan anak[3]
Ahli Waris dan Bagiannya Menurut Kompilasi Hukum Islam
Dalam Kompilasi Hukum Islam, kelompok yang berhak mendapatkan harta
warisan terdapat dalam pasal-pasal sebagai berikut:
a. Pasal
174
1.
Kelompok-kelompok
ahli waris terdiri dari:
a.
Menurut
hubungan darah:
Golongan
laki-laki terdiri dari: ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman, dan
kakek.
Golongan perempuan
terdiri dari: ibu, anak perempuan, dan nenek.
b.
Menurut
hubungan perkawinan terdiri dari: duda atau janda.
Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapatkan warisan
hanya anak, ayah, ibu, janda, atau duda.
Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam besaran bagian ahli waris
diatur dalam pasal-pasal berikut:
Pasal 176
Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separuh bagian, bila
dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan
apabila anak perempuan bersama-sama anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki
adalah dua sebanding satu dengan anak perempuan.
Pasal 177
Ayah mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan
anak, bila ada anak, ayah mendapat seperempat bagian.
Pasal 178
(1)
Ibu
mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua saudara atau lebih. Bila tidak
ada anak atau dua orang saudara atau lebih, maka ia mendapat sepertiga bagian.
(2)
Ibu
mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil oleh janda atau duda bila
bersama-sama dengan ayah.
Pasal 179
Duda mendapat separuh bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak,
dan bila pearis meninggalkan anak, maka duda mendapa seperempat bagian.
Pasal 180
Janda mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan
anak, dan bila pewaris meninggalkan anak maka janda mendapat seperdelapan
bagian.
Pasal 181
Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, maka
saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu masing-masing mendapat seperenam
bagian. Bila mereka itu dua orang atau lebih maka mereka bersama-sama mendapat
sepertiga bagian.
Pasal 182
Bila seorang meninggal dunia tanpa meninggalkan anak dan ayah,
sedang ia mempunyai satu saudara perempuan kandung atau seayah, maka mendapat
separuh bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara
perempuan kandung atau seayah dua orang atau lebih, maka mereka bersama-sama
mendapat dua pertiga bagian.
Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara
laki-laki kandung atau seayah, maka bagian saudara laki-laki dua berbanding
satu dengan saudara perempuan.
Pasal 183
Para ahli waris dapat sepakat melakukan perdamaian dalam pembagian
harta warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya.
[1] Kamal Muchtar, Ilmu Fiqh 3 (Jakarta: IAIN, 1986), 50.
[2] Erman Suparman, Hukum Waris Indonesia (Bandung: Refika
Aditama, 2005), 16.
[3] Abu Hanifah, Fiqh tentang Pembagian Warisan (Ponorogo:
al-Bayyinah, 2013)
0 komentar:
Post a Comment