INDIVIDU DALAM ORGANISASI

Artikel terkait : INDIVIDU DALAM ORGANISASI

A.           Memahami Sifat-Sifat Manusia
Ilmu perilaku telah banyak mengembangkan cara-cara untuk memahami sifat-sifat manusia. Konsep teentang manusia itu sendiri telah bnayak pula dikembangkan oleh para peneliti perilaku organisasi. Dan walaupun konsep-konsep tersebut terdapat perbedaan satu sama lain, namun usaha pengembangan pemahaman mengenai sifat manusia pada umumnya telah banyak dilakukan. Salah satu cara untuk memahami sifat-sifat manusia adalah dengan menganalisis kembali prinsip-prinsip dasar yang merupakan salah satu bagian daripadanya. Prinsip-prinsip dasar tersebut dapat kiranya dikemukakan sebagai berikut:
1.      Manusia berbeda perilakunya karena kemampuannya tidak sama
2.      Manusia mempunyai kebutuhan yang berbeda
3.      Orang berfikir tentang masa depan, dan membuat pilihan tentang bagaimana bertindak
4. Seseorang memahami lingkungan dalam hubungannya dengan pengalaman masa lalu dan kebutuhannya
5.      Seseorang itu mempunyai reaksi-reaksi senang atau tidak senang
6.      Banyak faktor yang menentukan sikap dan perilaku seseorang[1]


B.            Kerangka Kerja untuk Menganalisis Perbedaan Individu
Kemampuan menghadapi dan menanggulangi individu secara efektif dalam organisasi kerja, memerlukan suatu kerangka kerja untuk memahami perilaku. Kerangka kerja memberikan dasar untuk mengetahui mengapa individu berperilaku seperti yang mereka kerjakan. Tidak ada kerangka kerja yang dapat memberi jawaban dan ramalan yang sempurna. Tetapi kerangka kerja yang sistematis dan logis dapat mempraktikkan pemikiran apa yang harus kita cari, apabila kita memahami perbedaan prestasi individu para karyawan.
Banyak pola perilaku telah dikembangkan sebelum bergabung dengan suatu organisasi. Apakah manajer dapat mengubah, membentuk, atau merekonstruksi perilaku yang merupakan masalah yang banyak diperdebatkan di kalangan para ahli perilaku dan praktisi perilaku. Pada umumnya disetujui bahwa untuk merubah suatu variabel psikologis diperlukan diagnosa yang mendalam, pelaksanaan, evaluasi, dan modifikasi. Tidak ada metode yang disetujui bersama, yang dapat merubah kepribadian, sikap, persepsi atau pola belajar. Orang selalu mengubah-ubah walaupun sedikit pola perilakunya. Yang membutuhkan pengaruh manajer adalah arah dan jenis perubahan perilaku.

C.           Perbedaan Individu
Praktik manajemen yang efektif mengharuskan kita memperhatikan perbedaan individual, dan apabila mungkin kita harus mempertimbangkannya sewaktu merancang pekerjaan, melaksanakan wawancara untuk mengevaluasi hasil karya, atau mengembangkan strategi imbalan untuk mendorong prestasi yang mantap. Kemampuan meramalkan perilaku dan prestasi merupakan tujuan manajemen dalam setiap jenis organisasi. Tetapi peramalan mungkin juga tanpa pemahaman. Kita dapat meramalkan dengan tepat bahwa seorang karyawan akan menolak pengenalan alat baru atau program evaluasi hasil karya baru. Ramalan yang tepat ini hanya menjelaskan sedikit tentang mengapa perilaku terjadi atau bagaimana perilaku itu dapat dirubah.
Beberapa ahli riset berpendapat bahwa banyak masalah yang berhubungan dengan perbedaan individual tidak dibahas oleh para manajer. Misalnya, sebuah penelitian mengenai beberapa kelompok yang berbeda yang melakukan tugas yang berbeda-beda, menemukan bahwa hubungan interpersonal yang “khusus” telah membentuk suatu pola keseragaman. Yakni, individu-individu itu cenderung menyatakan gagasan-gagasan mereka dengan cara yang seragam. Hampir-hampir mereka tidak berani mencoba mengeluarkan gagasan dan perasaan. Tidak diamati juga adanya kepercayaan dalam kelompok. Perbedaan individual dalam kreativitas, pemahaman, pengaruh, dan kemampuan memecahkan masalah cenderung dimatikan atau ditekan. Penemuan ini menekankan perlunya penelitian tentang perbedaan individual untuk lebih memahami bagaimana orang itu saling mempengaruhi dalam lingkungan kerja.
Beberapa faktor penting khusus yang menyebabkan perbedaan individual dalam perilaku meliputi persepsi, sikap, kepribadian, dan belajar. Perilaku tertentu yang berkembang, pasti bersifat khas bagi tiap-tiap orang, tetapi proses yang mendasarinya merupakan dasar bagi semua orang.[2]
Model tersebut mengadakan empat asumsi penting tentang perilaku individu, yaitu:
1.      Perilaku timbul karena suatu sebab
2.      Perilaku diarahkan kepada tujuan
3.      Perilaku yang terarah kepada tujuan dapat diganggu oleh frustasi, konflik, dan kegelisahan
4.      Perilaku timbul karena perilaku
Model tersebut disajikan sebagai titik pangkal bagi pemahaman perilaku. Hal-hal penting yang perlu kita ketahui adalah (1) proses perilaku serupa bagi semua orang, (2) perilaku yang sebenarnya dapat berbeda karena variabel fisiologis, lingkungan dan psikologis, dan karena faktor-faktor seperti frustasi, konflik, dan kegelisahan, dan (3) banyak variabel yang mempengaruhi perilaku telah terbentuk sebelum orang memasuki organisasi pekerjaan.

D.           Ciri Utama dari Individu yang Mempengaruhi Efektifitas Organisasi
1.      Persepsi ( percention )
Individu yang berbeda-beda akan “melihat” barang yang sama dengan cara yang berbeda-beda. Cara seorang karyawan melihat situasi seringkali mempunyai arti yang lebih penting untuk memahami perilaku daripada situasi itu sendiri. Karena persepsi itu bertautan dengan cara mendapatkan pengetahuan khusus tentang objek atau kejadian pada saat tertentu, maka persepsi terjadi kapan saja stimulus menggerakkan indera. Persepsi meliputi juga kognisi (pengetahuan), jadi persepsi  meliputi penafsiran objek, tanda dan orang dari sudut pengalaman yang bersangkutan. Dengan perkataan lain, persepsi mencakup penerimaan stimulus, pengorganisasian stimulus dan penerjemahan atau penafsiran stimulus yang telah diorganisasi dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap.
Setiap orang memilih berbagai macam isyarat yang mempengaruhi persepsinya terhadap orang, objek dan tanda. Karena faktor-faktor ini dan karena kemungkinan terjadinya ketidakseimbangan antara faktor-faktor ini, maka orang sering salah persepsi terhadap orang lain, kelompok atau objek. Orang dapat cenderung menafsirkan perilaku orang lain sesuai dengan keadaannya sendiri.[3]
2.      Sikap (attitude)
Sikap merupakan faktor yang menentukan perilaku. Sikap adalah kesiapsiagaan mental yang diorganisasi lewat pengalaman, yang mempunyai pengaruh tertentu kepada tanggapan seseorang terhadap orang, objek dan situasi yang berhubungan dengannya.
Definisi mengenai sikap ini mempunyai pengaruh tertentu kepada manajer. Pertama, sikap menentukan kecenderungan orang terhadap segi tertentu dari dunia ini. Kedua, sikap memberikan dasar emosional bagi hubungan interpersonal seseorang dengan pengenalannya terhadap orang lain. Ketiga, sikap diorganisasi dan dekat dengan inti kepribadian. Beberapa sikap bersifat tetap dan abadi. Tetapi seperti halnya dengan tiap-tiap variabel psikologis, sikap dapat berubah-ubah.
Sikap merupakan bagian hakiki dari kepribadian seseorang. Tetapi, sejumlah teori berusaha menerangkan pembentukan dan perubahan sikap. Salah satu teori tersebut mengemukakan bahwa “orang mencari kesesuaian antara kepercayaan dan perasaan mereka terhadap objek,” dan menyarankan bahwa perubahan sikap tergantung dari salah satu perasaan atau kepercayaan. Selanjutnya teori itu mengemukakan bahwa orang mempunyai sikap yang tersusun, yang terdiri dari berbagai macam komponen efektif dan kognitif. Sifat saling ketergantungan antar komponen-komponen itu berarti bahwa perubahan dalam salah satunya akan menggerakkan perubahan dalam yang lain. Apabila komponen-komponen ini tidak konsisten  atau melebihi tingkat toleransi seseorang, maka akan timbul ketidakstabilan.
3.      Kepribadian (personality)
Kepribadian seseorang adalah serangkaian ciri yang relatif mantap, kecenderungan dan perangai yang sebagaian besar dibentuk oleh faktor keturunan dan oleh faktor sosial, kebudayaan dan lingkungan. Serangkaian variabel ini menentukan persamaan dan perbedaan dalam perilaku individu. Hubungan antara perilaku dan kepribadian mungkin merupakan salah satu masalah yang paling rumit yang harus dipahami oleh para manajer. Kepribadian amat banyak dipenngaruhi oleh faktor-faktor kebudayaan dan sosial.
Pemeriksaan terhadap setiap determinan yang membentuk kepribadian, seharusnya menunjukkan bahwa manajer sukar mengendalikan kekuatan ini. Hal ini tidak mengharuskan manajer mengambil kesimpulan bahwa kepribadian itu bukan faktor yang penting dalam perilaku di tempat kerja karena kepribadian dibentuk di luar organisasi. Tanggapan perilaku dari seorang karyawan tidak begitu saja dapat benar-benar dipahami tanpa mempertimbangkan konsep kepribadian. Sebenarnya kepribadian itu saling berhubungan erat dengan persepsi, sikap, belajar dan motivasi, sehingga setiap analisis mengenai perilaku atau usaha meramalkan perilaku sangat kurang lengkap apabila tidak mempertimbangkan konsepnya.
Kepribadian terdiri dari tiga substansi, yaitu:
a.       Id diartikan sebagai bagian yang primitif dan tidak sadar dari kepribadian, gudang dari perangsang pokok. Id  pekerja secara tidak rasional an secara implusif, tanpa mempertimbangkan apakah ayng diinginkan itu mungkin atau dapat diterima dari segi moral.
b.      Superego adalah gudang dari nilai individu, termasuk sikap moral yang dibentuk oleh masyarakat. Secara kasar superego sesuai dengan hati nurani. Superego seringkali bertentangan dengan id. Id ingin mengerjakan apa yang dirasa baik, sedangkan superego mendesak mengerjakan apa yang “benar”.
c.       Ego bekerja sebagai wasit dari pertentangan itu. Ego mewakili gambaran seseorang mengenai kenyataan fisik dan sosial, gambaran mengenai apa yang akan menimbulkan sesuatu dan hal-hal apakah yang mungkin terjadi dalam dunia yang dialaminya. Bagiani dari tugas ego adalah memilih tindakan yang akan memberi kepuasan kepada desakan hati tanpa menimbulkan akibat yang tidak dikehendaki.[4] 
4.      Belajar (learning)
Belajar merupakan salah satu proses fundamental yang mendasari perilaku. Sebagian perilaku dalam organisasi adalah perilaku yang diperoleh dengan belajar. Tujuan dan reaksi emosional dapat dipelajari. Ketrampilan, seperti memprogram komputer atau menasehati karyawan yang mengalami kesukaran, dapat dipelajari. Arti dan penggunaan bahasa dapat dipelajari. Persepsi dan sikap juga bisa dipelajari.
Belajar juga dapat didefinisikan sebagai proses terjadinya perubahan yang relatif tetap dalam perilaku sebagai akibat dari praktik. Kata relatif tetap menandakan bahwa perubahan dalam perilaku harus sedikit banyak bersifat permanen. Kata praktik dimaksudkan untuk mencakup formal dan juga pengalaman yang tak terkendalikan. Perubahan perilaku yang menjadi ciri belajar mungkin adaptif dan memajukan efektifitas tetapi mungkin juga tidak adaptif dan inefektif. Definisi ini menunjukkan juga bahwa belajar itu merupakan suatu proses terjadinya beberapa perubahan tertentu dalam perilaku. Proses itu tidak dapat langsung diamati. Proses itu harus disimpulkan dari perubahan dalam perilaku.[5]

E.            Organisasi sebagai Proses Kerja Sama
Dalam proses kerjasama dua orang atau lebih terdapat bermacam-macam perilaku individu di dalam organisasi. Manusia di dalam organisasi berinteraksi, baik dengan sesama individu maupun dengan kelompok atau organisasinya. Dalam berinteraksi ada perilaku positif yang mendukung organisasi. Sebaliknya, ada pula yang berperilaku negatif yang menghambat organisasi. Perilaku individu tersebut saling mempengaruhi satu sama lain sehingga membentuk perilaku kelompok.
Perilaku individu bersama-sama perilaku kelompok membentuk perilaku organisasi. Sebagai contoh, dalam organisasi terdapat individu-individu yang penuh inisiatif, inovatif, kreatif, rajin, disiplin, dan berani mengambil resiko untuk mencapai tujuan individu dan organisasi secara efektif dan efisien. Sebaliknya, adapula individu-individu yang secara pasif, apatis, menunggu intruksi, masa bodoh, malas, tidak disiplin, takut mengambil resiko. Bahkan adapula individu-individu yang agresif menyerang dan menantang hasil diskusi kelompok, mengemukakan hal-hal yang tidak relevan dengan masalah, dan merasa pintar sendiri.
Dari contoh di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku individu dalam organisasi terbagi atas perilaku yang berorientasi pada: (1) tugas, (2) pembinaan kelompok, (3) diri sendiri. Ketiga perilaku tersebut merupakan hal yang wajar dalam organisasi. Dalam hal ini yang perlu mendapat perhatian adalah bagaimana mengembangkan perilaku yang berorientasi pada tugas dan pembinaan kelompok secara maksimal agar tujuan individu dan organisasi terwujud secara efektif dan efisien.[6]



[1][1] Miftah Toha, Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasi (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 46
[2] Djoerban Wahid, Organization (Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 1982), 51-52.
[3] Ibid, 58.
[4] Ibid, 62-64.
[5] Ibid, 70-72.
[6] Husaini usman, Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan ( Jakarta: Bumi Aksara, 2008 ), 146.

Artikel arinprasticha Lainnya :

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © 2015 arinprasticha | Design by Bamz