Kedudukan Hukum Harta Wakaf

Artikel terkait : Kedudukan Hukum Harta Wakaf


Sejalan dengan konsep kepemilikan harta dalam Islam, maka harta yang telah diwakafkan memiliki akibat hukum, yaitu ditarik dari lalu lintas peredaran hukum yang seterusnya menjadi milik Allah, yang dikelola oleh perorangan dan atau lembaga Nadzir, sedangkan manfaat bendanya digunakan untuk kepentingan umum.[1] Dalam hukum Islam tidak ada ketentuan khusus yang mengharuskan pendaftaran tanah wakaf atau mencatat transaksi penyerahan tanah wakaf. Tetapi kalau dilihat dari transaksi muamalah lainnya, ada petunjuk dari Al Qur’an untuk menulisnya yaitu di dalam surat Al Baqarah ayat 282 sebagai berikut :
“ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah (seperti berjual-beli, berutang-piutang, sewa-menyewa, dan sebagainya) tidak secara tunai untuk waktu yang telah ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar… “
Selanjutnya dalam ayat 282 tersebut Allah menegaskan lagi :
“ …dan janganlah kamu jemu menuliskan utang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak menimbulkan keraguanmu…“
Walaupun di dalam Al-Qur’an tidak menentukan lebih lanjut tata cara, prosedur atau bentuk formulir yang digunakan, namun adanya ketentuan PP No. 28 Tahun 1977 dan Peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun 1978 yang mengatur secara rinci prosedur dan tata cara penulisan? Pendaftaran tanah wakaf ini, sesuai sekali dengan esensi petunjuk Allah dalam surat Al Baqarah ayat 282 tersebut.[2]



[1] Departemen Agama RI, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2007), hal 68.
[2] Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hal 101-102.

Artikel arinprasticha Lainnya :

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © 2015 arinprasticha | Design by Bamz