Menafkahkan Harta yang Baik
PENDAHULUAN
Dari
Rukun Islam yang lima terdapat salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan
yaitu membayar zakat. Zakat didefinisikan sebagai sejumlah harta yang
dikeluarkan dari jenis harta tertentu, diberikan kepada orang tertentu dan
dengan syarat tertentu pula. Harta yang dikeluarkan tersebut bertujuan untuk
membersihkan dosa bagi yang mengeluarkannya dan membuat hartanya menjadi
barakah dan bertambah.
Di
antara manfaat membayar zakat atau bersedekah yang lain yaitu untuk membantu
kesejahteraan orang lain dan saling menjaga silaturahmi di antara umat islam.
Maka dari itu harta yang kita keluarkan sebaiknya harta yang benar-benar bisa
bermanfaat bagi sesama dan tidak menimbulkan prasangka yang negatif dari orang
lain. Dari harta tersebut bisa dari makanan pokok, daging, buah-buahan dan
sebagainya yang baik-baik. Karena Allah menyukai hal-hal yang baik sebagaimana
sifat-sifat baik-Nya yang menunjukkan keagungan dari kebaikan-Nya.
Namun dalam praktek yang
sering terjadi dalam pembayaran zakat pada waktu sekarang ini, sering kali kita
jumpai bahan makanan yang digunakan untuk zakat fitrah terdapat bahan makanan
yang kurang pantas atau berkualitas rendah. Hal ini telah mengurangi barakah
dari zakat tersebut karena menimbulkan prasangka negatif dari si penerima dan kurang
bisa dimanfaatkan oleh orang yang membutuhkan. Dan Allah sangat membenci hal
yang buruk-buruk.
Oleh karena itu, di dalam makalah ini akan diuraikan mengenai surat
al-Baqarah ayat 267 beserta terjemahannya, asbab an nuzulnya, perintah
menafkahkan harta yang baik, serta larangan menafkahkan harta yang buruk-buruk.
Hal ini bertujuan sebagai peringatan terhadap kita ketika mengeluarkan harta
kepada orang lain.
PEMBAHASAN
1.
Teks dan Terjemah Ayat
Hukum tentang kewajiban membayar zakat
tertera di dalam surat Al-Baqarah ayat 267 yang berbunyi :
$ygr'¯»t
tûïÏ%©!$#
(#þqãZtB#uä
(#qà)ÏÿRr&
`ÏB
ÏM»t6ÍhsÛ
$tB
óOçFö;|¡2
!$£JÏBur
$oYô_t÷zr&
Nä3s9
z`ÏiB
ÇÚöF{$#
(
wur
(#qßJ£Jus?
y]Î7yø9$#
çm÷ZÏB
tbqà)ÏÿYè?
NçGó¡s9ur
ÏmÉÏ{$t«Î/
HwÎ)
br&
(#qàÒÏJøóè?
ÏmÏù
4
(#þqßJn=ôã$#ur
¨br&
©!$#
;ÓÍ_xî
îÏJym
ÇËÏÐÈ
“Hai
orang-orang yang beriman, nafkahkanlah yang baik-baik sebagian dari hasil usaha
kamu dan sebagian dari apa yang Kami kelurkan dari bumi untuk kamu. Dan
janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan darinya, padahal
kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata
terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al-Baqarah : 267)[1]
مِنْ
طَيِّبَاتِ
dari
kabaikan-kebaikan
|
اَنْفِقُوْا
nafkahkanlah
|
ءَامَنُوْا
beriman
|
الَّذِيْنَ
yang
|
يَا
اْيُّهَا
Hai orang-orang
|
مِنَ
الْاَرْضِ
dari bumi
|
لَكُمْ
untuk
kalian
|
اَخْرَجْنَا
yang
Kami keluarkan
|
وَمِمَّا
dan
sebagian
|
مَا
كَسَبْتُمْ
hasil
usahamu
|
وَ
لَسْتُمْ
padahal kalian tidak
|
تُنْفِقُوْنَ
kemudian
kamu nafkahkan
|
مِنْهُ
dari
padanya
|
اْلخَبِيْثَ
yang
buruk-buruk
|
وَلَا
تَيَمَّمُوْا
dan
janganlah kamu memilih
|
وَاعْلَمُوْا
Dan ketahuilah
|
فِيْهِ
Padanya
|
اَنْ
تُغْمِضُوْا
bahwa kalian memicingkan mata
|
إِلاَّ
melainkan
|
بِئَاخِذِيْهِ
dengan mengambilnya
|
حَمِيْد
[2]Maha
Terpuji
|
غَنِيٌّ
Maha Kaya
|
اْنَّ
اللهَ
sesungguhnya
Allah
|
2. Tafsir al-Mufradat
الطيبت (At-Thayyibat) : yang baik dan disenangi. Lawan katanya
adalah jelek dan dibenci.
Wa la tayammamu : janganlah kalian bertujuan.
تغمضوا (Tughmidu) : permudahlah, dan bermaaflah kalian.
Diambil dari kata mereka, Aghmada Fulanun
‘an ba’di haqqihi (apabila ia memejamkan matanya/memaafkannya). Juga
dikatakan kepada orang yang berjualan, Aghmid,
artinya janganlah kamu teliti, atau jangan kamu pilih-pilih/jangan melihat.
3. Asbab an- Nuzul
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa
turunnya ayat tersebut di atas berkenaan dengan kaum Anshar yang mempunyai
kebun kurma. Ada yang mengeluarkan zakatnya sesuai dengan penghasilannya,
tetapi ada juga yang tidak suka berbuat baik. Mereka menyerahkan kurma yang
berkwalitas rendah dan busuk. Ayat tersebut di atas sebagai teguran atas
perbuatan mereka. (Diriwayatkan oleh al-Hakim, Tirmidzi, Ibnu Majah dan
lain-lainnya yang bersumber dari Al-Barra).
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa ada
orang-orang yang memilih kurma yang jelek untuk dizakatkan. Maka turunlah ayat
tersebut sebagai teguran atas perbuatan mereka. (Diriwayatkan oleh Abu Daud,
Nasa’i, dan al-Hakim yang bersumber dari Sahl bin Hanif).
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Nabi
saw. memerintahkan berzakat fitrah dengan satu sha’ kurma. Pada waktu itu
datanglah seorang laki-laki membawa kurma yang sangat rendah kwalitasnya. Maka
turunlah ayat tersebut sebagai petunjuk supaya mengeluarkan zakat yang baik
dari hasil kasabnya. (Diriwayatkan oleh al-Hakim yang bersumber dari Jabir).
Dalam riwayat lainnya lagi dikemukakan
bahwa para sahabat Nabi saw. ada yang membeli makanan yang murah untuk
disedekahkan. Maka turunlah ayat tersebut di atas sebagai petunjuk kepada
mereka. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas).[4]
Dalam riwayat lain menurut Ibnu Jarir yang
diterimanya daripada al- Barra’ bin Azib, dan suatu riwayat pula daripada
al-Hasan, pada waktu itu ada beberapa mereka yang ketika hasil ladang mereka
telah keluar, mereka pisah-pisahkan hasil yang bagus-bagus dengan yang
buruk-buruk. Nanti setelah amil pengambil zakat datang, mereka serahkan hasil
yang buruk-buruk itu. Inilah asal mula turunnya ayat. Perbuatan yang demikian
amat dicela, tidak cocok dan tidak seirama dengan jiwa orang yang beriman.[5]
4.
Kandungan Hukum
a. Maksud Menafkahkan yang Baik
يَااْيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا اْنْفِقُوْا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ
وَ مِمَّا اْخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan bahwa barang yang dinafkahkan
seseorang haruslah miliknya yang baik dan disenanginya, bukan barang yang buruk
dan dia sendiri tidak menyukainya, baik berupa makanan, buah-buahan,
barang-barang, binatang ternak, dan sebagainya. Hal ini senada dengan firman
Allah surat Ali Imran ayat 92 :
`s9
(#qä9$oYs?
§É9ø9$#
4Ó®Lym
(#qà)ÏÿZè?
$£JÏB
cq6ÏtéB
4
$tBur
(#qà)ÏÿZè?
`ÏB
&äóÓx«
¨bÎ*sù
©!$#
¾ÏmÎ/
ÒOÎ=tæ
ÇÒËÈ
“Kamu
sekali-kali tidak sampai kepada kebaikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.”
Namun demikian, orang yang bersedekah itupun tidak boleh pula dipaksa
untuk menyedekahkan yang baik-baik saja dari apa yang dimilikinya, seperti yang
tersebut di atas. Rasulullah saw. pernah bersabda kepada Mu’adz bin Jabal
ketika beliau mengutusnya ke Negeri Yaman :
إعلمهم اْن
عليهم صدقة تؤخذ من اْغنيائهم و ترد علي فقرائهم و إياهم وكرائم اْموالهم قالوا
اْخذ الوسط
“Beritahukanlah kepada mereka, bahwa mereka
berkewajiban untuk bersedekah, diambilkan dari orang-orang kaya mereka, dan
diberikan kepada orang fakir mereka. Dan ingatlah, jangan sampai engkau memaksa
untuk menyedekahkan barang-barang yang baik saja dari mereka.”
Dari keterangan di atas dapat difahami bahwa Allah SWT sangat mencela
bila yang disedekahkan itu terdiri dari barang-barang yang buruk. Ini bukan
pula berarti bahwa barang yang disedekahkan itu harus yang terbaik, melainkan
yang pertengahan, yang wajar, dan orang yang menafkahkan itu sendiri
menyukainya andaikata dialah yang diberi.[6]
b. Maksud Larangan Menafkahkan Harta yang
Tidak Berkualitas
وَلَا تَيَمَمُوْا الْخَبِيْثَ مِنْهُ تُنْفِقُوْنَ
Dalam ayat ini Allah kembali memberikan tekanan tentang harta yang akan dinafkahkan.
Janganlah kamu memilih harta yang buruk-buruk, sebaliknya, pilihlah harta yang
baik, yang membuat penerimanya merasa senang.[7]
وَلَسْتُمْ بِاْخِذِيْهِ إِلَّا اْنْ تُغْمِضُوْا فِيْهِ
Maksudnya, bagaimana kamu berbuat yang demikian itu, bersedekah dengan
harta yang buruk-buruk, yang kamu sendiri tidak menyukainya karena harta itu
berkualitas rendah. Bahkan kamu tidak akan mau menerima jika (seandainya)
disedekahi harta seperti itu, kecuali jika kamu menerimanya dengan memejamkan
mata.[8] Orang yang menerima pemberian seperti itu
hanyalah karena mereka terpaksa atau takut mengatakan keadaan yang sebenarnya.
Sedang Allah tidak butuh pada derma yang demikian adanya. Menafkahkan yang
buruk itu memberikan kesan yang kurang menghormati orang yang menerima hadiah. [9]
وَاعْلَمُوْا اْنَّ اللهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ
Yakni, Allah Maha Kaya. Ingatlah ini ketika kamu
memberikan apa-apa kepada orang lain, sehingga hatinya terbuka memilih yang
baik-baik untuk diberikan kepada yang patut diberi. Dan Allah Maha Terpuji.
Sebab Dia selalu membantumu dengan memberikan rizki yang baik-baik. Untuk
menyempurnakan puji kepada Allah itu, pilihlah yang baik-baik pula dan
berikanlah itu kepada yang berhak menerimanya. [10]
KESIMPULAN
Berdasarkan surat al Baqarah ayat 267 menjelaskan tentang keharusan bagi
umat Islam untuk menafkahkan harta dari hasil usahanya yang baik-baik yang
berupa bahan makanan, buah-buahan atau barang lain yang bisa bermanfaat.
Diperintahkan yang baik karena supaya penerima nafkah atau sedekah itu merasa
senang dari hasil pemberian tersebut.
Allah juga melarang menafkahkan harta dengan kualitas rendah yang
dirinya sendiri pun enggan untuk memanfaatkan harta tersebut untuk kebutuhannya
sendiri. Jika ia sampa memberikan harta atau barang itu kepada orang lain, sama
halnya dia tidak menghomati orang yang diberi sedekah dan si penerima pun juga
akan merasa terpaksa untuk menerimanya
semata-mata untuk menjaga perasaan si pemberi.
Selanjutnya Allah menerangkan keagungan sifat-Nya yaitu Maha Kaya lagi
Maha Terpuji sebagai bukti bahwa harta seseorang berada di bawah kekuasaan-Nya
sepenuhnya dan Allah memerintahkan manusia untuk selalu berbuat terpuji sebagai
rasa syukur atas segala nikmat-Nya. Berdasarkan bukti ini, dalam bersedekah
atau zakat seseorang harus ikhlas, tidak riya’ dan lain-lainnya yang wajib
dijauhi, seperti mengungkit-ungkit atau menyakiti perasaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Shihab, Quraisy. Tafsir Al Misbah
Vol. I, Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an. Ciputat: Lentera Hati,
2000.
Departemen Agama. Al Qur’an dan
Terjemahan Perkata. Bandung: PT. Syaamil Cipta Media, 2007.
Al Maraghi, Mustafa. Terjemahan
Tafsir Al Maraghi, Terj. Anshori, Hery, Bahrun. Semarang: CV. Toha Putra,
1993.
Shaleh, Qamaruddin. dkk, Asbabun Nuzul. Bandung: CV. Diponegoro, 1992.
Hamka. Tafsir Al
Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983.
Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia. Al Qur’an dan Tafsirnya. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf jilid 2.
As Siddiqy, Hasbi. Tafsir Al
Qur’anul Majid An Nuur. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2000.
Aminuddin, Lutfi Hadi. Tafsir Ayat Ahkam. Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2008.
[1] M.Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah
Vol. 1, Pesan, Kesan,dan Keserasian
Al-Qur’an (Ciputat: Lentera Hati, 2000), 538.
[2] Departemen
Agama, Al-Qur’an dan Terjemahan Perkata
(Bandung: PT. Syaamil Cipta Media, 2007), 45.
[3] Mustafa Al Maraghi, Terjemahan
Tafsir Al Maraghi Vol 3, Terj. Anshori, Hery, Bahrun (Semarang: CV. Toha
Putra, 1993), 67.
[6] Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia, Al-Qur’an dan Tafsirnya Vol. 2
(Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf), 455.
[7] Muhammad Hasbi As-Shiddiqi, Tafsir
Al-Qur’anul Majid An-Nuur (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), 471.
0 komentar:
Post a Comment