Implementasi UU No. 23 Tahun 2011 terhadap Pengelolaan Zakat Di LAZIS Muhammadiyah Ponorogo

Artikel terkait : Implementasi UU No. 23 Tahun 2011 terhadap Pengelolaan Zakat Di LAZIS Muhammadiyah Ponorogo


A.       Pengertian Zakat
Secara bahasa kata zakat berasal dari kata zakaa, para fuqaha mengartikannya berbeda-beda. Menurut Abu Muhammad Ibnu Qutaibah, zakat an-numuw berarti tumbuh dan berkembang. Makna ini menegaskan sesungguhnya orang yang selalu menunaikan zakat, hartanya (dengan izin Allah) akan selalu tumbuh dan berkembang. Hal ini disebabkan oleh kesucian dan keberkahan dari harta yang telah ditunaikan kewajiban zakatnya., hal ini sejalan dengan surat ar-Rum ayat 39 :
!$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB $\/Íh (#uqç/÷ŽzÏj9 þÎû ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Z9$# Ÿxsù (#qç/ötƒ yYÏã «!$# ( !$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB ;o4qx.y šcr߃̍è? tmô_ur «!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqàÿÏèôÒßJø9$# ÇÌÒÈ  
Dan suatu riba yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah di sisi Allah SWT. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhoan Allah. Maka itulah orang-orang yang melipat gandakan. “
Sedangkan menurut Abu Hasan al-Wahidi dan Imam Nawawi,  zakat berarti at-thahuru yang berarti membersihkan atau mensucikan, artinya orang yang selalu menunaikan zakat karena Allah dan bukan karena ingin dipuji sesama manusia, maka Allah akan membersihkan dan mensucikan baik hartanya maupun jiwanya.
Menurut istilah syara’, zakat adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk diserahkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya. [1]

B.       Pengelolaan Zakat

1.      Penghimpunan Zakat
Zakat dapat dihimpun dan diperhitungkan dengan dua sistem, yaitu :
a.         Self assessment, yaitu zakat dihitung dan dibayarkan sendiri oleh muzaki atau disampaikan ke lembaga swadaya masyarakat atau lembaga amil zakat untuk dialokasikan kepada yang berhak. Di sini zakat merupakan kewajiban yang pelaksanaannya merupakan kesadaran orang Islam yang berkewajiban. Dengan kata lain tidak ada pemaksaan oleh pihak yang berwenang. Muzaki akan berurusan langsung kepada Allah SWT. dan para mustahik. Sistem ini didasari pada penjelasan kewajiban seorang muslim yang harus mengeluarkan zakat.
b.        Official assessment, yaitu zakat akan dihitung dan dialokasikan oleh pihak yang berwenang, misalnya badan-badan yang ditunjuk oleh pemerintah. Ini dapat dilakukan apabila penyelenggaraan pemerintah adalah pihak-pihak yang dianggap berwenang berdasarkan syari’at Islam dan sudah menjadi kebijakan umum. Di sini muzaki hanya memberikan informasi tentang kekayaannya kepada penilai dan penghitung zakat kekayaan. Sistem ini didasari pada perintah Allah SWT. kepada para penguasa yang berwenang untuk mengambil sebagian dari kekayaan orang Islam yang berkecukupan.[2]
Dalam UU No. 38 tahun 1999 pada BAB IV tentang PENGUMPULAN ZAKAT dijelaskan bahwa :
Pasal 11
(1) Zakat terdiri atas zakat mal dan zakat fitrah.
(2) Harta yang dikenai zakat adalah :
a. emas, perak dan uang;
b. perdagangan dan perusahaan;
c. Hasil pertanian, perkebunan dan perikanan;
d. Hasil pertambangan;
e. Hasil peternakan;
f. Hasil pendapatan dan jasa;
g. rikaz
(3) Penghitungan zakat mal menurut nishab, kadar dan waktunya ditetapkan berdasarkan hukum agama.

Pasal 12
(1) Pengumpulan zakat dilakukan oleh badan amil zakat dengan cara menerima atau mengambil dari muzakki atas dasar pemberitahuan muzakki.
(2) Badan amil zakat dapat bekerja sama dengan bank dalam pengumpulan zakat harta muzakki yang berada di bank atas permintaan muzakki.
Pasal 13
Badan amil zakat dapat menerima harta selain zakat seperti infaq, shadaqah, wasiat waris dan kafarat.
Pasal 14
(1) Muzakki melakukan penghitungan sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya berdasarkan hukum agama.
(2) Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), muzakki dapat meminta bantuan kepada badan amil zakat atau badan amil zakat memberikan bantuan kepada muzakki untuk menghitungnya.
(3) Zakat yang telah dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat dikurangkan dari laba/pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 15
Lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh badan amil zakat ditetapkan dengan keputusan menteri.[3]
Selanjutnya dalam UU No. 23 tahun 2011 pada BAB III tentang PENGUMPULAN, PENDISTRIBUSIAN, PENDAYAGUNAAN, DAN PELAPORAN, Bagian Kesatu tentang Pengumpulan dijelaskan bahwa :
Pasal 21
(1) Dalam rangka pengumpulan zakat, muzaki melakukan penghitungan sendiri atas kewajiban zakatnya.
(2) Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri kewajiban zakatnya, muzaki dapat meminta bantuan BAZNAS. [4]

2.         Pendistribusian Zakat
Allah SWT. telah menentukan golongan-golongan tertentu yang berhak menerima zakat, dan bukan diserahkan kepada pemerintah untuk membagikannya, sesuai dengan kehendaknya. Oleh karena itu, zakat harus dibagikan kepada golongan-golongan yang telah ditentukan dalam QS. al- Taubah ayat 60 yaitu golongan asnaf atsamaniyah, antara lain :
a.         Kelompok Fakir
Al-Faqir  menurut Madzhab Syafi’i dan Hanbali adalah orang yang tidak memiliki harta benda dan pekerjaan yang mampu mencukupi kebutuhannya sehari-hari. Dia tidak memiliki suami, ayah-ibu, dan keturunan yang dapat membiayainya, baik untuk membeli makanan, pakaian maupun tempat tinggal.
b.        Orang Miskin
Orang miskin adalah orang yang memiliki pekerjaan, tetapi penghasilannya tidak dapat dipakai untuk memenuhi hajat hidupnya. Orang fakir menurut Mdzhab Syafi’i dan Hanbali lebih sengsara dibandingkan dengan orang miskin.
c.         Al-‘Amil
Amil adalah orang-orang yang bekerja memungut zakat. Bagian yang diberikan kepada panitia dikategorikan sebagai upah atas kerja yang dilakukannya. Amil masih tetap diberi bagian zakat, meskipun dia orang kaya. Karena, jika hal itu dikategorikan sebagai zakat atau sedekah, dia tidak boleh mendapatkannya.
d.        Mu’allaf yang perlu ditundukkan hatinya.
Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain orang-orang yang lemah niatnya untuk memasuki Islam. Mereka diberi bagian dari zakat agar niat mereka memasuki Islam menjadi kuat.
e.         Para Budak.
Para budak yang dimaksud di sini, menurut jumhur ulama ialah para budak muslim yang telah membuat perjanjian dengan tuannya untuk memerdekakan dan tidak memiliki uang untuk membayar tebusan atas diri mereka, meskipun mereka telah bekerja keras dan membanting tulang mati-matian.


f.         Orang yang memiliki hutang.
Orang-orang yang memiliki hutang, baik hutang itu untuk dirinya sendiri maupun bukan, baik hutang itu dipergunakan untuk hal-hal yang baik maupun untuk melakukan kemaksiatan.
g.        Orang-orang yang berjuang di jalan Allah (fi sabilillah).
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah para pejuang yang berperang di jalan Allah yang tidak digaji oleh markas Komando mereka karena yang mereka lakukan hanyalah berperang.
h.        Orang yang sedang dalam perjalanan.
Orang yang sedang melakukan perjalanan adalah orang-orang yang bepergian (Musafir) untuk melakukan suatu hal yang baik dan tidak termasuk maksiat.[5]
Dalam UU No. 38 Tahun 1999 pada BAB V tentang PENDAYAGUNAAN ZAKAT dijelaskan bahwa :
Pasal 16
(1) Hasil pengumpulan zakat didayagunakan untuk mustahiq sesuai dengan ketentuan agama.
(2) Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahiq dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produktif.
(3) Persyaratan dan prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan keputusan menteri.
Pasal 17
Hasil penerimaan infaq, shadaqah, wasiat, waris dan kafarat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 didayagunakan terutama untuk usaha yang produktif.[6]
Selanjutnya dalam UU No. 23 Tahun 2011 pada BAB III tentang PENGUMPULAN, PENDISTRIBUSIAN, PENDAYAGUNAAN, DAN PELAPORAN, Bagian Kedua tentang Pendistribusian dijelaskan pula :
Pasal 25
Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam.
Pasal 26
Pendistribusian zakat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan.[7]

3.      Pelaporan Zakat
Setelah dikeluarkannya Undang-Undang No. 23 Tahun 2011, maka tugas dan peran LAZ adalah sebagai lembaga pengelola zakat di bawah pengawasan BAZNAS yang mempunyai ketentuan sesuai dengan :
Pasal 19
LAZ wajib melaporkan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit kepada BAZNAS secara berkala.
Pasal 20
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan organisasi, mekanisme perizinan, pembentukan perwakilan, pelaporan, dan pertanggungjawaban LAZ diatur dalam Peraturan Pemerintah.[8]



DATA LAPANGAN PENELITIAN ZAKAT DI LAZIS MUHAMMADIYAH PONOROGO
A.       Pengelolaan Zakat di LAZIS Muhammadiyah Ponorogo sebelum UU No. 23 Tahun 2011
LAZIS Muhammadiyah Ponorogo berdiri pada tahun 2008 dan merupakan jejaring dari LAZIS Muhammadiyah Pusat Jakarta. LAZIS Muhammadiyah Ponorogo disahkan dengan menggunakan legalitas yang sama yaitu Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 457 Tahun 2002 tanggal 21 November 2002 serta dikukuhkan dengan SK Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 103/KEP/I.0/K/2002 Tanggal 4 Juli 2002.
Pada awal berdirinya, LAZIS Muhammadiyah Ponorogo belum bekerja secara mandiri dalam pengelolaan ZIS, akan tetapi masih bekerja sama dengan berbagai pihak terkait penghimpunan dananya, seperti Bank Rasuna, Swalayan Surya, dan lain-lain. Karena penghimpunan dananya banyak didukung oleh Bank Rasuna, maka sebagian besar dana yang masuk berasal dari Bank Rasuna, yang mana dana tersebut bersumber dari para pimpinan dan para staf serta karyawan. Kemudian sisa dana yang lain berasal dari Swalayan Surya yang juga turut bekerja sama mendukung kinerja dari LAZIS Muhammadiyah Ponorogo.
Dalam mendistribusikan dana ZIS yang telah ada, LAZIS Muhammadiyah Ponorogo menyalurkan dana tersebut sesuai dengan ketentuan dari Bank Rasuna atau disebut juga by request. Bank Rasuna telah mempunyai link-link tempat yang akan diberikan santunan dari dana ZIS, seperti panti asuhan, kemudian dari pihak Bank Rasuna menghubungi LAZIS Muhammadiyah untuk mendistribusikan dana ZIS itu kepada link-link yang telah ditentukan tadi. Kemudian sisa dana ZIS yang berasal dari Swalayan Surya digunakan untuk kebutuhan lain di luar by request, seperti untuk kepentingan mustahiq yang membutuhkan atau untuk dana sosial yang lain.[9]
Di LAZIS Muhammadiyah Ponorogo, dalam pengelolaan ZIS sebelum berlakunya UU No. 23 Tahun 2011 telah disesuaikan dengan ketentuan syara’. Adanya UU yang berlaku saat itu, yakni UU No. 38 Tahun 1999 tidak terlalu berpengaruh karena Undang-Undang yang berlaku tersebut juga telah sesuai dengan ketentuan hukum Islam.

B.  Pengelolaan Zakat di LAZIS Muhammadiyah Ponorogo setelah UU No. 23 Tahun 2011
Seiring dengan berjalannya waktu, maka LAZIS Muhammadiyah Ponorogo mulai bekerja secara mandiri. Selain masih bekerja sama dengan Bank Rasuna dan Swalayan Surya, LAZIS Muhammadiyah Ponorogo mulai menghimpun dana sendiri dengan cara mencari muzakki khususnya dari umat Muhammadiyah yang penghasilannya telah mencapai nishab untuk dizakatkan. Muzakki yang akan dihimpun dananya, diberi surat keterangan yang nantinya dijadikan sebagai bukti oleh Amil pada saat pengambilan dana zakat setiap bulannya. Dan mayoritas dana zakat yang masuk berasal dari Zakat Profesi. Selain itu LAZIS Muhammadiyah Ponorogo juga menerima pembayaran infaq dan sedekah serta pembayaran zakat fitrah di bulan Ramadhan.
Selain program pendistribusian by request yang telah berjalan, LAZIS Muhammadiyah Ponorogo juga mempunyai program mandiri untuk mendistribusikan dana ZIS yang telah masuk.  Misalnya,  penyaluran dana zakat kepada para mustahiq secara langsung diantaranya, pernah suatu ketika ada seorang musafir yang kehabisan bekal, kemudian datang ke LAZIS Muhammadiyah Ponorogo. Karena beliau merupakan salah satu mustahiq, maka LAZIS Muhammadiyah Ponorogo memberikan santunan dari dana zakat untuk keperluannya melanjutkan perjalanan. Selain itu ada juga program pendistribusian zakat secara tidak langsung, misalnya pengajuan proposal oleh mustahiq seperti fakir dan miskin untuk mendapatkan dana zakat. Dari pihak LAZIS Muhammadiyah Ponorogo akan melakukan survey kepada mustahiq tersebut. Ketika dia dinilai berhak dan layak untuk mendapatkan santunan zakat, maka LAZIS Muhammadiyah Ponorogo akan segera memberikan sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan. [10]
Selain itu juga, ada tiga program pendistribusian dan pendayagunaan dana ZIS di LAZIS Muhammadiyah Ponorogo, yaitu :
a.       Bidang Pendidikan, misalnya biaya program pendidikan (beasiswa), bantuan untuk pembangunan sekolah, dan pembiayaan asatidz.
b.      Sosial Keagamaan, biasanya digunakan untuk pembangunan masjid.
c.       Pemberdayaan Ekonomi, diantaranya :
·         Bantuan untuk modal usaha pribadi, yaitu berupa pinjaman modal usaha kepada mustahiq dengan system tanpa bunga (murni pinjaman).
·         Bantuan yang bersifat kolektif, yaitu berupa pinjaman yang diberikan kepada sekelompok orang (jama’ah) untuk melakukan suatu kegiatan usaha.

C.    Peran LAZIS Muhammadiyah Ponorogo dalam Pengelolaan Zakat Pasca Undang-Undang No. 23 Tahun 2011
LAZIS Muhammadiyah Ponorogo merupakan jejaring dari LAZIS Muhammadiyah Pusat yang berada di Jakarta. LAZIS Muhammadiyah Ponorogo bekerja dalam pengelolaan dana ZIS baik dalam hal penghimpunan maupun pendistribusian yang berada di wilayah Ponorogo. Maka dari itu, segala bentuk pelaporan dan pertanggungjawaban terkait pengelolaan zakat di LAZIS Muhammadiyah Ponorogo dilaporkan kepada LAZIS Muhammadiyah Pusat yang berada di Jakarta, sedangkan terkait koordinasi kepada BAZNAS tentang pelaporan kegiatan pengelolaan zakat, yang bertugas melaporkan kepada BAZNAS adalah LAZIS Muhammadiyah Pusat yang berada di Jakarta. [11]

ANALISIS DATA

A.       Pengelolaan Zakat di LAZIS Muhammadiyah Ponorogo sebelum UU No. 23 Tahun 2011
Pengelolaan ZIS di LAZIS Muhammadiyah Ponorogo telah sesuai dengan syara’ dan Undang-Undang yang berlaku sebelumnya yaitu UU No. 38 Tahun 1999. Dalam kinerjanya, LAZIS Muhammadiyah Ponorogo bekerja sama dengan Bank Rasuna dan Swalayan Surya terkait penghimpunan dananya. Selain itu juga melakukan kegiatan pendistribusian dana zakat kepada yang berhak menerima dengan cara by request sesuai ketentuan yang telah ditetapkan berdasarkan kerja sama antara pihak LAZIS Muhammadiyah Ponorogo dengan Bank Rasuna.
Selain mengelola dana zakat, LAZIS Muhammadiyah Ponorogo juga menerima pembayaran infaq dan sedekah dari siapa saja yang ingin berderma. Dan LAZIS Muhammadiyah Ponorogo akan menyalurkannya dana ZIS tersebut kepada yang berhak menerima sesuai ketentuan yang telah ditetapkan.

B.       Pengelolaan Zakat di LAZIS Muhammadiyah Ponorogo setelah UU No. 23 Tahun 2011
Dalam menjalankan fungsi kelembagaannya, kinerja LAZIS Muhammadiyah Ponorogo telah sesuai dengan aturan baru yang berlaku yaitu UU No. 23 Tahun 2011 walaupun tidak banyak mengalami perubahan dari system sebelumnya.
LAZIS Muhammadiyah Ponorogo mulai dan telah menghimpun dana zakat yang langsung berasal dari muzaki secara berkala, yang mayoritas berasal dari Zakat Profesi. Selain itu penghimpunan dana juga berasal dari dana infaq dan sedekah dari para dermawan. Meskipun demikian, LAZIS Muhammadiyah Ponorogo masih bekerja sama dengan Bank Rasuna dan Swalayan Surya dalam hal penghimpunan dana ZIS.
Dalam mendistribusikan dana ZIS, LAZIS Muhammadiyah Ponorogo telah menyalurkan kepada para mustahiq sesuai dengan syari’at Islam sesuai dengan yang disebutkan pada Pasal 25 UU No. 23 Tahun 2011. Selanjutnya dalam Pasal 26 yang menjelaskan bahwa Pendistribusian zakat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan, secara tidak langsung telah dilakukan oleh LAZIS Muhammadiyah Ponorogo diantaranya sebagai berikut :
a.       Distribusi Zakat kepada Panti Asuhan (Anak Yatim).
Hal ini sesuai dengan kontrak kerja sama dengan Bank Rasuna yang mana LAZIS Muhammadiyah Ponorogo melakukan pendistribusian zakat secara by request berdasarkan ketentuan dari pihak Bank Rasuna.
b.      Pemerataan Distribusi.
Untuk pemerataan dalam pendistribusian dana ZIS, LAZIS Muhammadiyah Ponorogo mewujudkannya dengan cara secara langsung kepada mustahik yang membutuhkan dan  juga secara tidak langsung dengan cara pengajuan proposal yang akan dilakukan survey sebelumnya. Selain itu LAZIS Muhammadiyah Ponorogo juga membuat berbagai program seperti :
Ø  Bidang Pendidikan, misalnya biaya program pendidikan (beasiswa), bantuan untuk pembangunan sekolah, dan pembiayaan asatidz.
Ø  Sosial Keagamaan, biasanya digunakan untuk pembangunan masjid.
Ø  Pemberdayaan Ekonomi, diantaranya :
·           Bantuan untuk modal usaha pribadi, yaitu berupa pinjaman modal usaha kepada mustahiq dengan system tanpa bunga (murni pinjaman).
·           Bantuan yang bersifat kolektif, yaitu berupa pinjaman yang diberikan kepada sekelompok orang (jama’ah) untuk melakukan suatu kegiatan usaha.
c.       Keadilan dalam Distribusi.
Penerapan prinsip keadilan dalam distribusi, LAZIS Muhammadiyah Ponorogo memberikan santunan dari dana ZIS sesuai dengan kebutuhan para mustahik yang mana kebutuhan kepada para fakir dan miskin lebih diutamakan daripada mustahik yang lain.
d.      Kewilayahan Distribusi.
LAZIS Muhammadiyah Ponorogo tidak memandang desa ataupun kota dalam hal pendistribusian zakat. Di manapun tempatnya, jika ada yang membutuhkan bantuan yang berasal dari dana ZIS maka LAZIS Muhammadiyah Ponorogo akan memberikan bantuan tersebut.
C.       Peran LAZIS Muhammadiyah Ponorogo dalam Pengelolaan Zakat Pasca Undang-Undang No. 23 Tahun 2011
Untuk menjalankan fungsi, tujuan, dan manfaat adanya LAZIS Muhammadiyah Ponorogo sebagai lembaga pemerintah dalam mensejahterakan masyarakat, telah diatur dalam UU No. 23 Tahun 2011. Dalam kinerjanya terkait pengelolaan dana ZIS dalam hal penghimpunan maupun pendistribusian haruslah dilakukan koordinasi kepada BAZNAS. Sebagaimana dalam bunyi Pasal 19 UU No. 23 Tahun 2011 bahwa LAZ wajib melaporkan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit kepada BAZNAS secara berkala.
Karena LAZIS Muhammadiyah Ponorogo merupakan jejaring dari LAZIS Muhammadiyah Pusat Jakarta, maka LAZIS Muhammadiyah Ponorogo hanya menjalankan perannya yang berada khusus di wilayah Ponorogo saja. Dan segala bentuk pelaporan terkait pengelolaan ZIS yang ada di LAZIS Muhammadiyah Ponorogo dilaporkan kepada LAZIS Muhammadiyah Pusat Jakarta. Dan dari pihak LAZIS Muhammadiyah Pusat Jakarta yang akan melakukan pelaporan pengelolaan dana ZIS kepada BAZNAS.


[1] Atik Abidah, Zakat Filantropi dalam Islam (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2011), 15-16.
[2] Taufiqullah, Akuntansi Zakat Kontemporer (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), 100-101.
[3] Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999.
[4] Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011.
[5] Wahbah Az-Zuhayli, Zakat Kajian Berbagai Madzhab (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), 280-289.
[6] Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999.
[7] Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011.
[8] Ibid.
[9] Wawancara dengan Pimpinan LAZIS Muhammadiyah Ponorogo, Bapak Zulkarnain, tanggal 5 Mei 2014 pukul 10.00 WIB.
[10] Ibid.
[11] Ibid.

Artikel arinprasticha Lainnya :

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © 2015 arinprasticha | Design by Bamz