Kaidah Fikih > Induk 4
الضَّرَرُ يُزَالُ
Artinya : darar harus dihilangkan.
Maksud kaidah : segala hal yang dapat
menimbulkan bahaya, kerugian atau ketidaknyamanan yang tidak wajar harus
dicegah dan dihilangkan.
Dasar kaidah adalah firman Allah :
غَيْرُ مُضَارٍّ
Artinya : jangan saling merugikan.
Dan sabda Nabi Muhammad SAW :
لَاضَرَرَ وَلَاضِرَارَ
Artinya : tidak boleh membuat kerugian atau
menimbulkan bahaya atau tidak boleh membalas membuat kerugian atau menimbulkan
bahaya.
Contoh kasus :
*Agar terhindar dari kerugian, pembeli
dibolehkan khiyar (hak meneruskan atau mengurunkan jual
beli) karena adanya cacat pada barang.
*Istri boleh meminta pembatalan pernikahan
atas alasan suaminya dalam keadaan miskin dan tak mampu memberi nafkah.
Kaidah cabang 1 :
الضَّرُوْرَاتُ تُبِيْحُ اْلمَحْظُوْرَاتِ
Artinya : keadaan darurat atau terpaksa
membolehkan dilakukannya hal-hal terlarang.
Maksud kaidah : orang yang dalam keadaan
darurat atau terpaksa dibolehkan melakukan hal-hal yang terlarang atau haram.
Contoh kasus :
*Dalam keadaan sangat kelaparan, tidak ada
makanan halal, orang boleh makan makanan haram, bangkai atau daging babi.
*Orang dipaksa meninggalkan agama Islam
dengan todongan senjata, boleh berpura-pura menunjukkan kekafiran.
Kaidah cabang 2 :
الضَّرَرُ لَايُزَالُ بِالضَّرَرِ
Artinya : keadaan bahaya tidak boleh
dihilangkan dengan keadaan bahaya pula.
Maksud kaidah : orang tidak dibenarkan
menghilangkan atau menghindarkan bahaya dengan bahaya yang lain dengan kualitas
yang sama apalagi lebih tinggi.
Contoh kasus :
*Orang yang sangat kelaparan tidak boleh
merampas makanan orang lain yang juga sama-sama laparnya.
*Orang tidak boleh mengobati penyakitnya
dengan barang-barang beracun yang dapat membahayakan nyawanya.
Kaidah cabang 3 :
مَا
أُبِيْحَ لِلضَّرُوْرَةِ يُقَدَّرُ بِقَدَرِهَا
Artinya : apa yang dibolehkan karena alasan
darurat harus diperkirakan berdasarkan kadar kedaruratannya.
Maksud kaidah : hal-hal yang sebetulnya haram
lalu diperbolehkan atas alasan darurat harus diperkirakan sesuai dengan tingkat
kedaruratannya, tidak boleh berlebihan.
Contoh kasus :
*Orang tidak boleh berlebih-lebihan dalam
memakan daging babi ketika dalam keadaan terpaksa.
*Dokter tidak boleh melihat aurat pasien di
luar yang diperlukannya untuk melakukan pertolongan, pemeriksaan, dan
pengobatan.
Kaidah cabang 4 :
اْلحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُوْرَةِ
Artinya : hajjah (keadaan membutuhkan) menempati
tingkat dharurah.
Maksud kaidah : keadaan membutuhkan bisa naik
posisi seperti keadaan darurat atau terpaksa dalam hal membolehkan dilakukannya
hal-hal yang terlarang.
Contoh kasus :
*Sengaja melihat lawan jenis adalah haram.
Tetapi orang diperbolehkan melakukannya untuk keperluan seperti jual beli dan
peminangan. Lawan jenis juga dilarang bersentuhan kulit. Tetapi laki-laki boleh
dipijit perempuan (tua) untuk menghilangkan rasa capek.
Kaidah cabang 5 :
إِذَا
تَعَارَضَ مَفْسَدَتَانِ رُوْعِيَ أَعْظَمُهُمَا ضَرَرًا بِارْتِكَابِ أَخَفِّهِمَا
Artinya : apabila ada dua bahaya yang saling
berlawanan, maka harus diperhatikan bahaya yang paling besar dengan cara
menanggung bahaya yang lebih ringan.
Maksud kaidah : apabila orang terpaksa harus
memilih dua resiko, maka ia harus memilih resiko yang paling ringan.
Contoh kasus :
*Dokter boleh membedah perut jenazah wanita
hamil untuk menyelamatkan bayi yang masih hidup.
*Hukuman mati dibenarkan oleh Islam kepada
pelaku kejahatan tertentu dengan alasan untuk menjaga keamanan masyarakat yang
lebih luas.
Kaidah cabang 6 :
دَرْءُاْلمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَيْ جَلْبِ اْلمَصَالِحِ
Artinya : upaya mencegah bahaya atau kerugian
harus didahulukan atas upaya mendapatkan keuntungan.
Maksud kaidah : jika dalam sebuah perbuatan
mengandung bahaya dan sekaligus maslahah (keuntungan), maka perbuatan itu harus
ditinggalkan.
Contoh kasus :
*Orang dimakruhkan berkumur berat saat
berpuasa agar tidak menyebabkan batalnya puasa gara-gara ada air yang masuk
kerongkongan.
*Orang dibolehkan meninggalkan jama’ah sebab hujan atau sakit.
0 komentar:
Post a Comment