Masa Berkabung Istri

Artikel terkait : Masa Berkabung Istri



Meninggalnya suami ataupun orang dekat yang dikasihi jelas menggoreskan luka dan duka di dalam hati. Karena suasana hati yang berkabung, tak ada hasrat berhias diri, menyentuh wewangian, ataupun berpakaian indah. Syariat Islam yang mulia pun tidak mengabaikan keadaan ini. Maka dibolehkanlah ber-ihdad, bahkan wajib bagi seorang istri bila suaminya meninggal dunia, disebabkan besarnya hak suami terhadapnya. 

Hasil gambar untuk masa berkabung istri dalam islam

Berkabung, dalam bahasa Arabnya adalah al hadaadالْحَدَادُ ). Maknanya, tidak mengenakan perhiasan baik berupa pakaian yang menarik, minyak wangi atau lainnya yang dapat menarik orang lain untuk menikahinya. Pendapat lain menyatakan, al hadaad adalah sikap wanita yang tidak mengenakan segala sesuatu yang dapat menarik orang lain untuk menikahinya seperti minyak wangi, celak mata dan pakaian yang menarik dan tidak keluar rumah tanpa keperluan mendesak, setelah kematian suaminya.
Ulama ahlu sunnah sepakat, kecuali Al Hasan Al Bashri, Al Hakam bin Utaibah dan Asy Sya’bi, menyatakan bahwa hukum berkabung dari kematian suami selama empat bulan sepuluh hari adalah wajib.

Allah berfirman:
 وَالَّذِين يُتَوَفَّوْنَ مِنكُم وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍوَعَشْرًا فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنّ فَلاَجُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْن فِي أَنفُسِهِنّ بِالْمَعْرُوفِ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرُ
"Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis masa 'iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat" [Al Baqarah:234].

Zainab bintu Abi Salamah berkata, “Aku masuk menemui Ummu Habibah, istri Nabi, saat datang berita kematian ayahnya Abu Sufyan dari negeri Syam. Pada hari ketiga setelah meninggalnya sang ayah, Ummu Habibah meminta minyak wangi lalu mengusapkannya pada kedua sisi wajahnya dan kedua pergelangannya. “Demi Allah!”, katanya, “Aku sebenarnya tidak berkeinginan terhadap wewangian. Hanya saja aku pernah mendengar Rasulullah bersabda di atas mimbar:   

لاَ يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ تُحِدُّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلاَثٍ إِلاَّ عَلَى زَوْجٍ، أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرً
“Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk berihdad terhadap mayat lebih dari tiga hari kecuali bila yang meninggal itu suaminya, maka ia berihdad selama empat bulan sepuluh hari.”
Kata Al-Imam An-Nawawi , “Ini merupakan madzhab kami dan madzhab ulama secara keseluruhan. Kecuali pendapat berbeda yang dihikayatkan dari Yahya ibnu Abi Katsir dan Al-Auza’i yang menyatakan lamanya empat bulan sepuluh malam dan si wanita telah halal (tidak lagi berihdad) pada hari yang ke sepuluh. Sementara pendapat kami dan jumhur, si wanita tidak halal hingga ia masuk malam yang ke sebelas.”15 (Al-Minhaj, 9/352)
Bila si istri dalam keadaan hamil, maka masa iddah dan ihdadnya berakhir dengan melahirkan kandungannya, walaupun ia melahirkan sesaat sebelum jenazah suaminya dimandikan. Iddahnya saat itu telah berakhir dan halal baginya untuk menikah. Demikian pendapat jumhur ulama dari kalangan salaf dan khalaf, dengan dalil ayat berikut ini:
“Dan istri-istri yang sedang hamil waktu iddah mereka adalah sampai mereka melahirkan kandungannya.” (Ath-Thalaq: 4)
 Hal-hal yang tidak diperbolehkan bagi seorang istri yang sedang ber-Ihdaad:
1.     Tidak Boleh Bercelak secara Mutlak
Zainab bintu Abu Salamah mengabarkan dari ibunya, Ummul Mukminin Ummu Salamah dan diperbolehkan  memakai  celak  pada  malam  hari  sebagaimana  hadits  Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke tempatku ketika Abu Salamah wafat sementara aku memakai shabr (jenis celak) pada kedua mataku. Beliau bertanya, “Apa yang kau pakai pada matamu, wahai Ummu Salamah?” “Ini cuma shabr, wahai Rasulullah, tidak mengandung wewangian,” jawabku. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Shabr itu membuat warna wajah bercahaya/menyala, maka jangan engkau memakainya kecuali pada waktu malam dan hilangkan di waktu siang. Jangan menyisir (mengolesi) rambutmu dengan minyak wangi dan jangan pula memakai hina` (inai/daun pacar) karena hina` itu (berfungsi) sebagai semir (mewarnai rambut dan kuku, –pent.).” Ummu Salamah berkata, “Kalau begitu dengan apa aku meminyaki rambutku, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Daun sidr dapat engkau pakai untuk memolesi rambutmu.” (HR. Abu Dawud no. 2305)

2.     Tidak Boleh Berwangi-wangian
Memakai  wewangian’  menunjukkan  haramnya  minyak  wangi  bagi  wanita  yang sedang berihdad. Yang terlarang di sini adalah segala yang dinamakan wewangian dan tidak ada perselisihan pendapat dalam hal ini.”
3.     Tidak Boleh Mempercantik Diri dengan Bersolek
4.     Tidak Boleh Berpakaian yang Menarik
Al-Imam  Asy-Syaukani  rahimahullahu  berkata,  “Dari  ucapan  Ummu  ‘Athiyyah,  ‘Kami Batasan berhias atau tidak berhias kembalinya kepada ’urf (adat kebiasaan) setiap zaman. Bila dikatakan,  “Ini  pakaian  biasa”,  berarti  tidak  wajib  untuk  ditinggalkan,  boleh.

5.     Tidak Boleh Memakai Perhiasan Suaminya  
Al-Imam Malik rahimahullahu berkata, “Wanita yang  sedang berihdad karena kematian. Bila  si wanita  dalam keadaan  berperhiasan  saat  suaminya  meninggal  dunia  maka  ia harus melepaskannya, seperti gelang dan anting-anting. Adapun bila ia memakai gigi emas (gigi palsu dari emas) dan tidak mungkin dilepaskan maka tidak wajib baginya melepasnya, namun ia upayakan untuk menyembunyikannya.
Dalam  Majmu’  Fatawa  (17/159), Syaikhul Islam Ibnu  Taimiyah  rahimahullahu menjelaskan keharusan  wanita yang berihdad untuk tidak berhias dan memakai wewangian pada tubuh serta pakaiannya. Ia harus berdiam dalam rumahnya, tidak boleh keluar di siang hari kecuali ada kebutuhan dan tidak boleh pula keluar di waktu malam kecuali darurat. Ia tidak boleh memakai perhiasan, tidak boleh mewarnai rambut dan kukunya dengan inai atau selainnya.



Artikel arinprasticha Lainnya :

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © 2015 arinprasticha | Design by Bamz