Kaidah Fikih > Induk 2
اْليَقِيْنُ لَا
يُزَالُ بِالشَّكِّ
Artinya : keyakina tidak bisa dihilangkan
dengan keraguan.
Maksud kaidah : status hukum yang sudah
didapatkan dengan keyakinan, tidak dapat dihapus oleh informasi yang masih
meragukan. Status keyakinan itu hanya bisa dihapus dengan informasi yang
meyakinkan pula.
Dasar kaidah antara lain sabda Nabi SAW :
إِذَا
شَكَّ اَحَدُكُمْ فِيْ
صَلَاتِهِ فَلَمْ يَدْرِ اَصَلَّى ثَلَاثًا اَمْ
اَرْبَعًا فَلْيَطْرُحِ الشَّكَّ وَاْليَبْنِ عَلَى
مَااسْتَيْقَنَ. رواه مسلم
Artinya : apabila ada di antara kalian yang
mengalami keraguan di dalam shalatnya apakah mengerjakan tiga raka’at ataukah
telah empat raka’at, maka hendaklah ia membuang keraguan dan berpegang pada apa
yang diyakininya.
Contoh kasus :
*Jika seseorang ragu apakah shalatnya apakah
telah mendapatkan tiga raka’at ataukah telah empat raka’at, maka ia harus
berpegang pada tiga raka’at karena itulah yang meyakinkan (daripada empat
raka’at). * Barang siapa yakin telah suci tapi ragu-ragu apakah telah berhadas,
maka hukumnya tetap suci. Barang siapa yakin telah berhadas dan ragu-ragu
apakah telah berwudlu, maka hukumnya ia telah berhadas.
Kaidah cabang 1 :
الْأَصْلُ بَقَاءُ مَا
كَانَ عَلَى مَا
كَانَ
Artinya : pada dasarnya apa yang ada tetap
seperti apa adanya.
Maksud kaidah : pada dasarnya keadaan
sekarang tetap seperti keadaan semula.
Contoh kasus :
*Pada waktu menjelang akhir waktu sahur,
belum ada tanda meyakinkan masuknya waktu subuh, maka waktu sahur dianggap
masih berlangsung terus, sehingga jika ada orang yang terus makan, puasanya
dianggap sah. Sebaliknya menjelang waktu maghrib pada bulan puasa, belum ada keyakinan
masuk waktu maghrib, maka siang hari dianggap masih berlangsung sehingga jika
orang makan/minum, maka puasanya batal.
Kaidah cabang 2 :
الْاَصْلُ بَرَاءَةُ الذِّمَّةِ
Artinya : pada asalnya manusia bebas
tanggungan.
Maksud kaidah : pada dasarnya manusia itu
bebas dari beban hukum (sampai ada bukti bahwa ia memiliki beban hukum).
Contoh kasus :
*Di pengadilan, seorang terdakwa disuruh
bersumpah tetapi ia menolak. Terdakwa tidak boleh dihukum karena penolakan ini,
sebaliknya penuduh harus mengajukan bukti bagi tuduhannya. Terdakwa itu pada
dasarnya tidak memiliki beban hukum untuk melakukan sumpah. *B meminjam barang
kepada A, barang itu lalu hilang karena keteledoran B, sehingga B wajib
mengganti harganya. Tetapi mereka berselisih paham tentang berapa harga barang
itu. Jika kedua orang itu tidak memiliki informasimengenai harga barang itu
yang sebenarnya, yang dibenarkan adalah pendapat B, sebab pada dasarnya ia
tidak memiliki beban hukum untuk membayar harga lebih.
Kaidah cabang 3 :
الْأَصْلُ اْلعَدَمُ
Artinya : pada asalnya, segala sesuatu itu
tidak ada.
Maksud kaidah : pada dasarnya segala sesuatu
itu dianggap tidak ada atau tidak terjadi (sampai ada bukti bahwa hal itu ada
atau terjadi).
Contoh kasus : *A menjalankan modal milik B.
A mengatakan perdagangannya tidak menghasilkan keuntungan. Kalau tidak ada
bukti lain, maka kata-kata A itu dibenarkan, karena pada dasarnya keuntungan
itu tidak ada atau tidak terjadi. Begitu pula jika A mengatakan bahwa
keuntungannya hanya 1 juta. Maka jika tidak ada bukti lain, A dianggap benar
kata-katanya, karena keuntungan di atas 1 juta itu tidak ada atau tidak
terjadi.
Kaidah cabang 4 :
الْآَصْلُ فِيْ
كُلِّ حَادِثٍ تَقْدِيْرُهُ بِأَقْرَبِ زَمَنِهِ
Artinya : pada dasarnya, semua kejadian
diperkirakan dengan waktu yang terdekat.
Maksud kaidah : pada dasarnya kejadian yang
terjadi adalah akibat dari kejadian lain yang paling dekat terjadinya, bukan
kejadian yang berlangsung sebelum itu.
Contoh kasus : *Seseorang memukul perut
wanita hamil hingga bayinya keluar. Tetapi bayi itu keluar dalam keadaan sehat
al afiyat. Beberapa aktu kemudian bayi itu meninggal. Si pemukul tidak bisa di
kenai hukuman karena pemukulannya saja, sebab bayi itu meninggal mungkin karena
sebab lain yang yang terjadi sesudahnya., bukan karena lahir sebelum waktunya.
*Seseorang dalam beberapa hari berwudlu dari sebuah sumur. Akhir-akhir
diketahui bahwa sumur itu terdapat bangkai. Maka ia hanya wajib mengganti
shalat yang ia yakini wudhunya dengan air najis saja, tidak perlu mengganti
seluruh shalat sebelumnya.
0 komentar:
Post a Comment